CERPEN Drama_Roman dan Telenovela
ROMAN
dan TELENOVELA
Suatu pagi yang redup, seorang
laki-laki remaja kelas 12 SMK sebut saja Roman dengan langkah ria nan ringan
menyusuri jalan setapak milik sekolahnya. Kemudian, sampai di batas kelas, ia
bertemu dengan salah satu temannya, Mawar.
Roman : “Lha, kok tumben sudah di
sekolah pagi-pagi begini?” [Kaget sedikit]
Mawar :
“Yeyeye… emang kenapa? Masalah buat kamu?” [Melotot]
Roman :
“Tidak, tidak masalah. Aku juga malas cari masalah sama kamu!” [Nyelosor
langsung masuk kelas]
Mawar :
“Ya udah, bagus kalo gitu!” [Tengak-tengok ke sekelliling lorong-lorong kelas]
Roman menuju bangkunya.
Disana terdapat sebuah bingkisan dan sepucuk surat beramplop merah jambu.
Roman :
“Ini apaan ya?” [Bingung sambil membolak-balikkan bingkisan dan amplop di
tangannya]
Tiba-tiba Indah datang.
Indah :
“Cie..cie..cie... Roman dapat kiriman. Cie..cie…cie…” [wajah meledek]
Melati lalu menyusul
Indah.
Melati :
“Dari siapa, Man? Pacar kamu ya?” [sambil menaruh tas]
Roman :
“Kalian ini ada-ada saja! Aku juga baru datang!” [sedikit kesal, lalu melirik
Mawar]
“Mawar,
kamu tau bingkisan ini dari siapa?”
Mawar :
[Langsung menatap Roman, kaget] “Oalah, kamu nuduh aku gitu? Mana mungkin aku
ngasih kamu hadiah? Kurang kerjaan itu namanya!” [Kesal dan agak gugup]
Roman :
“Aku bukan nuduh kamu. Barangkali kamu tau siapa yang taruh ini disini.”
Mawar :
“Aku gak tau! Aku baru masuk kelas, bingkisan itu udah ada disana!” [Melirik
Roman sebentar lalu cepat-cepat pergi, keluar kelas]
Melati :
“War, kamu mau kemana? [Menyusul Mawar]
Mawar :
“Aku mau ke kantin! Perut aku udah keroncongan ini!” [Berbalik lalu pergi lagi]
Sementara Roman masih bingung. Ia lalu membuka bingkisan
itu yang ternyata berisi buku berjudul “ Ever Lasting Rama dan Sinta”. Roman
lalu membuka suratnya.
Surat :
“Dear Romanku yang sejati… Sungguh tak bisa aku pungkiri, bahwa sesungguhnya
kamulah Ramaku. Mungkin aku sebelumnya tak tahu dan sempat menolak perasaan
yang tumbuh pesat bahkan lebih cepat
dari perekonomian Indonesia ini. Tapi akhirnya aku mengerti bahwa hati dan
perasaan adalah satu jalur yang bertautan. Romanku yang sejati, bingkisan ini
kuberikan agar dapat kamu simpan dengan tulus. Dan semoga kamu tak penasaran
dengan aku yang masih terlalu malu menghadapimu….. Salam Sejati, Rahasiamu…”
Tiba-tiba Indah datang,
langsung mengambil surat yang dibaca Roman
Roman :
“Indah! Kembalikan dong!” [berteriak]
Indah :
[menjauhkan surat itu dari Roman] “Tidak! Aku kan mau baca juga!”
Roman :
[Memanjangkan tangannya, berusaha meraih surat yang dipegang Indah] “Indah,
tolong dong kembalikan!”
Indah :
[naik ke atas meja] “Mungkin aku bisa bantu kamu buat tau siapa pengirimnya!”
[Berlagak]
Roman :
[Garuk-garuk kepala, sambil memandangi Indah yang serius membaca surat]
Indah :
“Ahaa!!! I know what the way!” [Menjentikkan jari, turun dari meja]
Roman :
“Apa?” [bingung]
Indah :
“Caranya?”
Roman :
“Bukan, artinya tadi?”
Indah :
“Yahhh! ….” [Memukulkan telapak tangannya ke dahi] “Kamu ini gahul dikit dong!
Tapi udahlah, penasaran sama pengirimnya?”
Roman :
[Angguk-angguk]
Indah :
“Sama aku juga!” [tertawa terbahak-bahak]
Roman :
“Terus? Bagaimana?” [garuk-garuk lagi]
Indah :
“Cari tau siapa yang tulisannya sama persis dengan tulisan yang ada di surat
ini!”
Roman :
[Terkejut] “Gila kamu! Siswi di sekolah ini kan banyak, mana mungkin aku preksa
tulisannya satu-satu?!”
Indah :
“Terus mau gimana lagi? Atau kamu mau adain sayembara?”
Roman :
[Melotot] “Memang ini jaman Majapahit apa?! [melepas kaca mata, mengucek-ngucek
mata]
Indah :
“Ahaa!!! [memukul meja]
Roman :
[Kaget, melirik Indah]
Indah :
“Pulang sekolah nanti aku tunggu di posnya Bang Asoy ya!” [Mengembalikan
suratnya, tersenyum penuh rahasia]
Roman :
[Memandang Indah bingung]
Lalu bel masuk berbunyi.
Murid-murid SMK Aku Cinta Bangsa langsung terbirit-birit masuk kelas dan
pelajaran berjalan seperti biasa.
Pulang sekolah, Indah,
Melati dan Mawar berdiri di depan pos satpam. Tiba-tiba Bang Asoy datang dari
kantor guru.
Bang
Asoy : “Hei, kalian ini ngapain disini? Nunggu aku ya?”
[berlagak, merapikan rambut tipisnya yang hampir punah]
Mawar :
“Idiihh… Bang Asoy GR banget deh!” [ melirik dengan sinis]
Melati :
“Kita lagi nungguin si Roman. Abang Asoi liat Roman?” [berkata lembut, senyum-senyum
ramah]
Bang
Asoy : “Eneng, eneng,eneng Melati alias melekat di hati.
Jangan panggil abang Asoi dong! Panggil aja Aa Asoy, Asoy Ganteng gitu deh.”
[ikut senyum-senyum, kayak orang gila kesemsem]
Beberapa menit kemudian… Roman
datang dari belakang.
Indah :
“Akhirnya datang juga! Darimana aja kamu?” [sedikit kesal]
Roman :
“Maaf, aku tadi dari toilet. Dan…” [berhenti bicara. Matanya menyisir
cewek-cewek yang ada di depannya sampai berhenti di Mawar]
Indah :
“Dan apa, Man?” [ikut memandangi sekitar termasuk mengambil cermin dari tasnya
dan melihat dirinya sendiri]
Roman :
“Aku tau siapa pengirim hadiah itu!” [membenahi posisi kacamatanya]
Mawar :
“Siapa?” [langsung nyambar]
Roman :
“Kamu kenapa sih, penasaran sekali!”
Mawar :
“Yeee, emangnya kenapa? Nggak boleh ya aku tau? Yowislah kalo gitu. Nggak usah
dikasih tau aku juga sudah tau kok!”
Roman : “Apa? Katanya kamu gak tau.
Sekarang kok jadi tau?” [Heran]
Mawar : [Grogi] “Mmm, yaa, yaa
iyalah! Orangnya cerita sama aku!”
Indah : “Emangnya siapa sih
pengirimnya, War?” [Penasaran]
Mawar : [Masih grogi] “Yaa, ya
orangnya, diaa, Anjeli! Ya Anjeli!”
Roman-Indah : “Apaaa???!” [Terkejut]
Tiba-tiba Melati datang
dengan langkahnya yang mungil sambil membawa sebungkus es cendol.
Melati : “Eh, ngapain sih
teriak-teriak? Ada gossip apa lagi ya? Si Raffi Ahmad jadi nikah ya? Atau
Farhat Abas komen di tweet kalian? Oalahh… kebangetan banget sih?!” [nyeroscos]
Indah : “Neng Melati alias
melekat di hati, jangan nyeroscos kayak belut digaremin kenapa? Rempong banget
sih!” [kesal]
Roman : “Ndah, emang belut
nyeroscos kayak gimana?”
Indah : “ Ya gitu deh pokoknya!
[melirik Melati] Kamu sih berisik banget! Ga tau apa orang lagi kaget!” [kesal]
Melati : [Nyengir] “Kaget kenapa?”
Roman : “Pengirim buku itu ternyata
Anjeli, kata Mawar sih..”
Melati : “OH MY GOD!!!”
[terkejut-kejut]
Roman : “Ya udah, kagetnya jangan
dihiperbolakan. Aku kurang yakin kalau Anjeli yang mengirim hadiah dan surat
itu.” [Menatap Mawar] “Kamu gak bohong kan, War?”
Mawar : [Kikuk lagi] “Yaa, iya
nggak lah! Ngapain aku bohong? Tapi….”
Roman : “Tapi pa?”
Mawar : “Kamu jangan bilang ke
Anjeli kalo kamu tau yang sebenernya. Soalnya katanya dia masih malu.”
Roman : “Mmm… Tapi kenapa dia
ceritanya sama kamu?”
Mawar : “Ya, rumah kamu kan paling
deket sama rumah aku. Jadi ya gitu deh!”
Roman : “Mmm… yayaya, benar juga
kamu, War!”
Melati : “Astaga! Aku lupa harus nganter
Mama ke klinik!” [menepuk dahinya]
Mawar : “Emang Tante Emy kenapa?”
Melati : “Mencret! Ya udah aku
pulang duluan ya!” [Berlari-lari menuju parkiran]
Dan akhirnya mereka pun
pulang ke rumah masing-masing.
Singkat cerita, setelah berhari-hari lamanya
semenjak pengiriman hadiah itu, Roman selalu memikirkan Anjeli. Di sekolah,
entah ia akan pergi ke kantin, ke perpustakaan, ke kantor guru, bahkan akan ke
toilet, Roman selalu berpapasan dengan Anjeli. Mata Roman juga tidak pernah
lepas dari paras cantik gadis itu.
Indah : “Woii! Bengong aja kamu!
Kesambet baru tau rasa!” [Menepuk bahu Roman]
Roman : [Kaget] “Eh, kamu ini
mengagetkan saja!”
Indah : “Lagi mikirin apa sih?”
[Menyeruput es jeruk Roman]
Roman : “Ternyata Anjeli itu cantik
banget ya? Baru sadar aku..”
Indah : “Yaelah, gara-gara
mikirin Anjeli kamu jadi bisa baca buku kebalik?”
Roman : [melihat bukunya, lalu
segera membaliknya] “Hehehe, maklum namanya juga kasmaran.”
Melati : [baru datang membawa
semangkok bakso hangat] “Ciee…ciee…cieee…. Roman kasmaran nih? Jatuh cinta,
ciee…cieee…”
Indah : “Bisa diem gak sih kamu?
Kebiasaan deh!” [kesal]
Melati : [nyengir] “Ya, aku kan gak
sengaja.”
Roman : “Kamu ini mengusik privasi
orang saja!”
Melati : [melirik sinis Roman] Kalo
privasi kamu mah aku gak bakalan cerita sama orang lain!”
Roman : [diam, melirik orang-orang
disekitarnya yang ternyata memandanginya dengan penuh rasa heran dan penasaran]
Melati : “Ya udahlah, Man. Soal asmara
konsultasinya sama Melati Brawijaya Ciamik Bingits aja!”
Indah : “Emang kamu bisa apa?
Kamu aja sering galau karena ditolak Bang Asoy!”
Melati : “Eitss, itu mah kebalik Indah!
Ya sudahlah.. Back to the topic aja.”
Roman : “Topiknya memang apa?”
Melati : “CARA MENGGAET WANITA
IDAMAN” [menaikkan satu alis]
Roman : “Caranya?”
Melati : “Mmmm….” [berpikir] Nanti
kamu ikut aja pulang sekolah!” [tersenyum lalu pergi]
Roman : “Tapii…”
Indah : “Y udahlah, Man. Ikutin
aja maunya dia!” [mengikuti Indah]
Sore itu Indah, Melati dan
Roman pergi naik angkot. Menuju sebuah tempat dan ketika sampai disana Roman
tampak kaget.
Roman : “Pretty Salon and Butique?”
kamu kesalon kenapa ngajak aku?”
Melati : “Udah deh, pokonya kamu
ikut aja! Nurut!” [menarik tangan Roman]
Indah, Melati dan Roman
masuk ke dalam salon. Suasana salon tidak terlalu ramai hanya ada seorang
pelanggan yang mengecat rambut dan dua lagi sedang pijit-pijit kaki.
Roman : “Kita ngapain kesini?”
[bingung]
Melati : “Mbak Oce, tolong ya
make-over-in temen aku! [ngomong sama pegawai salon]
Mbak
Oce : [memandangi Roman]
“Widihh… ini sih udah ganteng namanya, ya kurang difix sedikit ajalah. Mau gaya
k-pop, klasik apa lawas-lawas gitu jeng?”
Melati : “What ever deh!”
Mbak
Oce : “Oke deh sist! Pokonya
hasilnya gak akan mengecewakan!”
Melati : “Ya udah deh. Man,
baik-baik ya!” [melambaikan tangan lalu pergi ke butik disebelah salon]
Roman : “Kalian mau kemana?”
[hendak pergi tapi keburu dicegat Mbak Oce]
Mbak
Oce : “Mas ganteng, duduk
manis disini ya!”
Roman : “Aku mau diapain, Mas?”
[risih dan bingung]
Mbak
Oce : “Mas, mas, mas… emang eke
dagang somay apa? Panggil eke Mbak Oce, O.C.E. OCE!”
Roman : “Ya, iya mas, eh mbak Oce, aku
mau diapain?”
Mbak
Oce : “Eke mau bikin mas
ganteng jadi makin ganteng!” [cekikikan]
Roman : “Tapi, Mbak, Eh Mas, aku…”
Mbak
Oce : “Udah dibilangin jangan
panggil mas! Susah amat dibilangin sih!” [mulai kesal]
Roman : “Tapi, Mbak….” [tersendat]
Mbak
Oce : “Udah deh, diem aja!!!”
[kesal dan membentak]
Roman : [sontak diam]
Ceritanya Roman udah
selesai di make-over lengkap dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Mbak
Oce : “Jeng Melati, Jeng
Indah! Liat deh hasil karya eke!” [berteriak memanggil Melati dan Indah]
Indah : [datang] “WOW! He’s look
so perfect, guys!” [kaget]
Melati : [manggut-manggut]
Roman : “Kenapa kalian bengong? Aku
terlihat aneh ya?” [kikuk]
Melati
dan Indah : [masih diam. Terpesona.]
Roman : “Haloo?” [melambaikan
tangan di depan wajah Indah dan Melati]
Melati : “Gila, kamu ternyata keren
juga ya kalo gini?” [menatap Roman dari atas ke bawah, bawah ke atas]
Roman : [Tersenyum malu]
Indah : “Kalo kayak begini, kamu
pasti jadi pede ngajakin Anjeli jalan-jalan!”
Roman : [Cengengesan]
Keesokan harinya, Roman seperti biasa masuk
sekolah. Tapi ada yang tidak biasa dari pandangan teman-temannya yang
menatapnya dari setiap lorong-lorong sekolah.
Mawar : “Kalian lagi ngeliatin apa
sampai bengong begitu?” [celingak-celinguk]
Teman
1 : “Tuh!” [menunjuk kea
rah Roman dengan dagunya]
Mawar : [Melotot-kaget setengah
mati-lalu mengucek-ucek matanya]
Teman
2 : “Ganteng banget sih!
Pasti murid baru import deh!” [termehek-mehek]
Mawar : [menantap teman
disampingnya itu dengan heran]
Roman : [datang mendekati Mawar]
“Hai, Mawar! Gimana penampilan aku?”
Teman
2 : “Lho, War, kamu kenal
sama dia?” [kaget]
Mawar
: “I, I, I ini Ro, Ro,
Roman ya?” [gelagapan]
Roman : [mengangguk pelan]
“Penampilan aku terlalu aneh ya sampai kamu saja tidak kenal?”
Teman
2 : [Tiba-tiba pingsan.
Yang lain membawanya ke UKS]
Mawar : [Menelan ludah, kikuk]
“Mmm..Mmm, gak kok, Man! Kamu keren kok
berpenampilan kayak gini.” [nyengir]
Roman : “Benar? Berarti Anjeli
pasti suka sama penampilan aku dan gak malu jalan-jalan sama aku! Ya kan?”
[suminggrah]
Mawar : [mengangguk] Ya, Anjeli
pasti bakalan makin suka sama kamu yang sekarang, Man, termasuk, a…” [berhenti
bicara]
Roman : “Termasuk a apa?”
Mawar : “Itu, termasuk a, abang
Rhoma Irama, Man!”
Roman : “Ohya? Kalau begitu, aku
mau ketemu Anjeli dulu ya!” [pergi sambil tersenyum]
Mawar : [Tersenyum lalu mematung
sendiri]
Ditemuinya Anjeli oleh Roman sedang duduk
membaca sebuah buku yang lumayan tebal. Dengan sangat hati-hati, Roman
mengambil sebidang tempat duduk di sebelah Anjeli.
Anjeli : “Eh, Roman? Ada
apa?” [tersenyum]
Roman : “Em, anu, em, ka, kamu
lagi ngapain?” [gelagapan]
Anjeli : “Aku kan lagi baca,
Man.”
Roman : “Oh, I, iya.. lagi
baca apa?”
Anjeli : “Baca novel kesukaan
aku nih. Ceritanya hampir mirip lho sama cerita jaman dulu. Klasik banget.”
Roman : “Cerita jaman dulu?”
Anjeli : “Iya, mmm… kayak
cerita Rama sama Sinta.”
Roman : [terperanjat] “Kamu
suka sama cerita itu?”
Anjeli : “Suka banget! Malah
aku punya banyak koleksi cerita klasik di rumah.”
Roman : “Ohya? Hobi kita
sama.”
Anjeli : Masak sih? Kalo gitu
nanti kamu ke rumahku aja?”
Roman : “Ngapain?”
Anjeli : “Ya, aku mau liatin
kamu buku-buku koleksi aku. Kan bisa sharing?”
Roman : “Ya udah, nanti
pulang sekolah aku tunggu kamu di depan pos Bang Asoy ya?”
Anjeli : “Oke deh! Kalo gitu
aku mau ke ruang guru dulu ya.” [tersenyun, melambaikan tangan pada roman]
Hari demi hari berlalu. Roman dan Anjeli
menjadi semakin dekat. Hingga pada suatu hari, Roman berniat mengutarakan isi
hatinya pada Anjeli. Hal tersebut membuatnya tidak bisa tidur semalaman. Dan
keesokan harinya,
Roman : “Anjeli, Aku mau
ngomong sesuatu yang penting banget buat aku.”
Anjeli : “Apa, Man?”
Roman : “A, a, aku suka sama
kamu.”
Anjeli : [kaget] Apa??!
Roman : “A, aku cinta sama
kamu, Anjeli!”
Anjeli : “Beneran?”
Roman : “Iyaa, sumpah demi gledeg
deh!”
Anjeli : “Kok demi gledeg
sih?”
Roman : “Ya terus?”
Anjeli : “Jangan pake
sumpah-sumpahan. Aku juga suka sama kamu.” [tersipu]
Roman : [Menepuk-nepuk
pipinya] Apaa??!”
Anjeli : “Aku juga Suka sama
kamu, Roman!” [makin tersipu]
Roman : “Jadi sekarang
kita….”
Anjeli : [langsung memeluk
Roman]
Roman : “Pa-ca-ran.”
[membalas pelukan Anjeli]
Dan akhirnya, perasaan Roman terbalasakan.
Anjeli pun menjadi pacarnya kini. setelah peristiwa itu, Roman merasa
hari-harinya begitu indah dan berwarna.
Sementara itu, Mawar
semakin jarang masuk sekolah. Melati dan Indah tidak mengetahui alasan kenapa
sahabatnya itu jarang masuk sekolah. Kemudian, mereka berniat mengajak Roman
untuk pergi ke rumah Mawar, tetapi….
Roman : “Maaf, hari ini ada
janji mau ke toko buku sama Anjeli. Gimana kalo besok aja?”
Indah : “Yahh, Roman kamu
kok sekarang gak peduli banget sama Mawar?”
Roman : “Bukan begitu. Tapi
hari ini aku bener2 gak bisa. Aku udah janji sama Anjeli.”
Indah : “Ya sudah. Kalo
begitu kita gak bakalan ngajak-ngajak kamu lagi.”
Melati : “Kalo ada perlu baru
boleh kamu contact kita!”
Melati dan Indah pun
segera beranjak. Tanpa melihat Roman lagi, mereka segera naik ke atas angkot
dan pergi menuju rumah Mawar.
Sesampainya di rumah
Mawar…
Melati : “Good afternoon, any
body there?” [celingak-celinguk]
Indah : “Biasa aja keless.
Kagak usah pake English segala!”
Melati : “Ehe, Spaadaaa,
selamat siaaang…. Mawar oo Mawar…”
Indah : “Gini nih anak
lebay korban Upin-ipin.”
Melati : [nyengir]
Indah : “Udah biar aku aja
yang panggil. Permisi, ada orang di rumah?”
Tiba-tiba pintu rumah
terbuka. Seorang wanita yang tidak terlalu tua keluar dan tersenyum ramah.
PRT
rumah Mawar : “Maaf, mbak-mbak ini
temennya non Mawar ya?”
Indah,
Melati : “Iya, mbak.”
PRT
rumah Mawar : “Kalo mbak-mbak ini mau
cari non Mawar, dianya lagi gak di rumah, Mbak.”
Indah : “Emang Mawar
kemana, Mbak?”
PRT
rumah Mawar : “Mmm… Non Mawar udah
seminggu ini diajak pergi sama Orang tuanya, Mbak.”
Melati : “Kemana, Mbak?”
PRT
rumah Mawar : “Saya juga gak tau,
Mbak.”
Indah : “Mmm.. ya udah deh
mbak. Makasi ya.”
PRT
rumah Mawar : “Eh, Mbak. Mbak tau
yang namanya Roman gak?”
Indah : “Tau, kenapa Mbak?”
PRT
rumah Mawar : “Non Mawar nitip ini,
katanya kalo yang namanya Roman datang kesini, tolong dikasih.”
Indah : “Ini apaan Mbak?”
PRT
rumah Mawar : “Saya juga gak tau
isinya apaan. Kata Non Mawar, kotaknya Cuma boleh dibuka sama Roman itu.”
Indah : “Oh, ya sudah Mbak.
Kita pamit pulang dulu.”
PRT
rumah Mawar : “Eh iya, makasi ya
Non.”
Indah dan Melati pun
akhirnya pergi dari rumah Mawar dan
pulang ke rumah masing-masing.
Keesokan harinya…
Indah : “Nih buat kamu!”
[Indah menyodorkan kotak yang dititipkan PRT rumah Mawar kemarin kepada Roman
yang sedang berada di perpustakaan]
Roman : “Ini apa, Ndah?”
[bingung]
Indah : “Kemarin aku ke
rumahnya Mawar, dia gak ada dan PRT-nya nitip ini sama kita.”
Melati : “Kayaknya itu memang
khusus buat kamu soalnya kotaknya Cuma boleh dibuka sama kamu.”
Roman : “Memangnya Mawar
kemana? Sampai gak masuk sekolah berhari-hari?”
Melati : “Kalo kita tau, udah
kita cari kemarin!”
Tiba-tiba Anjeli datang
dan tersenyum kepada Indah dan Melati.
Indah : [tersenyum] Ya udah
ya, kita mau ke kantin dulu!” [menarik tangan Melati dan keluar dari
perpustakaan]
Anjeli : “Mereka tadi
ngapain, Yank?”
Roman : “Eh, e, itu, tadi
Indah sama Melati Cuma mau aku bantuin buat tugas Biologi.”
Anjeli : “Terus itu kotak
apa?”
Roman : “Ini? Ini kotak
hadiah. Ya, tadi dikasih mereka sebagai imbalan.”
Anjeli : “Ohh..”
Roman : “Ohya, udah ketemu
bukunya, Yank?”
Anjeli : “Oh, udah kok tapi
isinya kurang lengkap. Gimana kalo nanti sore kita ke toko buku yang kemarin
lagi?”
Roman : “Mmm… bukannya aku
gak mau ke toko buku lagi, tapi bapakku nyuruh aku jaga rumah. Soalnya Bapak
sama Ibu mau ke rumah sodara.”
Anjeli : “Mmm.. ya udah deh.
Besok aja kita ke tokonya lagi.”
Roman : “Maaf ya, Sayang..
Tapi besok aku janji deh bakalan nganterin kamu.”
Anjeli : “Janji ya?”
Roman : “Iya, sueer dah!”
[mengacungkan dua jarinya]
Bel tanda masuk pun
berbunyi. Semua murid berhamburan masuk ke kelas begitu melihat guru mata
pelajaran pertama memasuki kelas mereka.
Sepulang sekolah di rumah
Roman…
Roman : “Ini isinya apaan
ya?” [membolak-balikkan kotak terbungkus pita biru itu]
Karena penasaran, Roman
segera membuka kotak itu dan melihat isinya.
Roman : “Buku?” [kaget]
Ternyata kotak itu berisi
sebuah buku yang berjudul “Everlasting Rama dan Sinta Part 2” dan juga sebuah
surat yang berwarna merah jambu.
Roman : “Kenapa isi kotak ini
sama kayak bingkisan yang diberikan Anjeli?” [Roman bertanya dalam hati]
Lalu dengan rasa bingung,
heran dan penasaran yang tinggi Roman membuka amplop itu dan membaca suratnya.
Surat : Dear Romanku yang sejati… Sebelumnya aku tak
tau bahwa Buku cerita Rama dan Sinta versi Modern ini ada lanjutannya. Aku
menemukan buku part 2 ini di toko buku yang dulu sering kita kunjungi waktu SD.
Aku pikir, kamu pasti akan penasaran dengan lanjutan ceritanya setelah membaca
cerita bagian pertama. Jadi aku memutuskan untuk membelinya dan membawanya
langsung ke rumahmu. Awalnya tujuanku kesana adalah untuk meminta maaf karna
aku telah berbohong tentang pengirim buku pertama itu. Tapi ketika Bukde Ikbir,
Ibu kamu bilang kamu tidak ada di rumah jadi aku memutuskan untuk pulang dan
membawa buku itu lagi.
Roman, aku minta maaf karna telah
membohongimu. Akulah pengirim surat itu. Waktu itu aku terlalu takut dan malu
untuk jujur akan perasaanku terhadapmu. Tapi semakin lama sampai kamu pacaran
dengan Anjeli, aku tidak bisa menahanya lagi. Hatiku sakit dan hancur saat itu.
Rasanya aku ingin menangis di depanmu tapi aku tak ingin kamu meledekku atau
menertawaiku. Indah dan Melati pun tak tau akan hal ini karna hanya aku dan
Tuhan yang tau. Sejak saat penyakitku kambuh lagi. Kamu ingat kan waktu kecil
aku sering mimisan? Ternyata itu bukanlah mimisan biasa. Aku didiagnosis
mengidap Leukemia stadium tiga. Waktu itu hidungku berdarah lagi dan itu
diketahui kedua orang tuaku hingga aku dilarikan ke rumah sakit. Tetapi dokter
bilang aku harus dirujuk ke luar negeri jika ingin nyawaku selamat.
Roman,
sebelum aku ke Singapura, aku menulis surat ini agar kamu tau bagaimana
perasaanku padamu. Ya, aku menyukaimu lebih dari sekadar sahabat. Aku
mencintaimu.
Tapi, aku tau, kamu tidak mungkin suka
padaku karena kamu lebih dulu suka pada Anjeli yang lebih cantik dan pintar
sepertimu. But, it’s no problem. Aku akan bahagia bila sahabat yang kucintai
ini bahagia dengan pilihanya. Ohya, ayahku sudah memanggilku. Aku akan pergi ke
singapura hari ini.
Selamat tinggal, Roman.. Semoga kita
bisa bertemu lagi nanti..
Rahasiamu,
Mawar
Tiba-tiba dari pintu
menengoklah Ayah Roman, Pak Akbar.
Pak
Akbar : “Roman, kamu
ngapain? Kok melamun?”
Roman : “Ibu dimana, Pak?”
Pak
Akbar : “Ibumu lagi di
dapur. Kenapa?”
Roman : [langsung melongo
pergi dan menuju dapur menemui ibunya] “Buk, waktu ini Mawar sempat kesini?”
Buk
Ikbir : “Hah? Mawar?
Temanmu yang suka pakai bando bulu-bulu itu?” [tampak mengingat-ingat]
Roman : “Bukan Buk. Itu sih
Melati!”
Bu
Ikbir : “Apa yang
kamu bilang jadi ketua OSIS itu?”
Roman : “Itu Indah Buk. Mawar
itu yang…” [terhenti]
Bu
Ikbir : “Ohh ya ya!
Ibuk baru inget! Mawar itu teman kamu yang suka pakai baju biru itu ya?”
Roman : “Nah, itu tau!”
[tampang kesal]
Bu
Ikbir : “Terus
kenapa sama Mawar?”
Roman : “Yahhh, Ibuk ini
gimana sih? Tadi kan aku udah nanya Mawar sempet ke sini nggak?”
Bu
Ikbir : “Iya, dia
kesini katanya mau ketemu sama kamu. Tapi karna kamu gak ada, dia pulang deh.”
Roman : “Terus kenapa Ibuk
gak bilang pas Roman udah di rumah?”
Bu
Ikbir : “Ibu kelupaan.
Maaf ya..” [nyengir tanpa tampang bersalah]
Roman : “Yahh, ibuk gitu
banget!”
Bu
Ikbir : “Ya kan Ibuk
udah minta maaf. Emang kenapa sih?”
Roman : [tidak menjawab dan
pergi dengan kesal]
Bu
Ikbir : “Jiahh,
ngambek!”
Pak
Akbar : [datang dari
ruang TV. Menatap Bu Ikbir sejenak] “Itu si Roman kenapa mukanya kusut begitu?”
Bu
Ikbir : “Ibuk gak
tau, Pak. Mungkin lagi dilema.”
Pak
Akbar : “Dilema itu
bukannya buah ya?”
Bu
Ikbir : “Itu Delima
pak. Sudah ya, Ibuk mau pergi ke rumah Bu Ajeng dulu mau arisan.” [mengelap
tangannya dan keluar dapur]
Pak
Akbar : “Lho, ibuk
cuciannya kan belum di jemur, Buk!” [menyusul Bu Ikbir]
Bu
Ikbir : “Itu
cuciannya harus nunggu 10 menit lagi.”
Pak
Akbar : “Terus ibuk
arisannya sampai jam berapa?”
Bu
Ikbir : “Sebentar
aja kok, paling dua jam.”
Pak
Akbar : “Lha, terus
cuciannya siapa yang jemur?”
Bu
Ikbir : “Suruh aja
si Roman.” [sudah berdandan rapi]
Roman : “Roman mau ke rumah
temen nanti!” [berteriak dari kamar]
Bu
Ikbir : “Kalo gitu,
bapak yang jemur.” [sambil menyalimi Pak Akbar lalu pergi]
Pak
Akbar : “Lho, Buk, masak
harus bapak yang jemur, Buk…!” [menjerit lalu menampar dahinya]
Roman : “Udah deh Pak, jangan
lebay gitu. Aku pergi dulu ya Pak!” [pergi dengan motornya dan berlalu]
Sampai di rumah Indah… Di
kebun depan rumah, Ibunya Indah sedang asyik menyiram tanaman.
Roman : “Permisi Tante,
[sedikit menundukan kepala] Indahnya ada?”
Ibunya
Indah : “Eh, Nak Roman ya?
Tambah ganteng aja sih.” [menatap Roman dan menaruh alat penyiramnya]
Roman : “Ah, tante bisa aja!”
[tersipu]
Ibunya
Indah : “Kebetulan Indahnya
lagi gak ada di rumah, Man.”
Roman : [Sedikit kaget] “Dia
kemana ya, tante?”
Ibunya
Indah : “Katanya tadi mau ke
rumahnya Melati.”
Roman : “Oh, ya sudah tante.
Aku cari aja ke rumahnya Melati.”
Ibunya
Indah : “Maaf ya, Man.”
Roman : “Oh, nggak apa-apa
kok Tante. Aku pergi dulu ya, tante!” [naik ke motor]
Ibunya
Indah : “Ohya, titip pesan ya
sama Indah, pulangnya jangan sampai malam. Soalnya Tante mau kondangan.”
Roman : [tersenyum dan
mengangguk sedikit lalu pergi]
Sampai Di rumah Melati…
Roman : [memencet bel]
Pintu terbuka dan munculah
Melani, adiknya Melati.
Melani : [memandangi Roman
dari atas sampai bawah lekat-lekat]
Roman : [heran, ikut
memandangi Melani lekat-lekat]
Melani : “Kakak ini siapa ya?
Darimana? Nyari siapa?”
Roman : “Apa? Melani juga gak
ngenalin aku?” [berguman dalam hati]
Melani : “Haloo… Kak? Are you
listen me?” [melambai-malambaikan tangan di depan wajah Roman]
Roman : “Eh, iya, kamu lupa
sama kak Roman?”
Melani : “Lho, kakak kenal
sama temenya kak Melati yang culun itu?”
Roman : “Gila, apa iya sih
aku dulu culun banget?” [berguman dalam hati lagi]
Melani : “Kakak kok diem
lagi?”
Roman : “Kamu gak ngenalin
aku? Ini Kak Roman!”
Melani : [kaget] “Ah, masa sih
Kak Roman jadi sekeren kakak?!” [masih tidak percaya]
Roman : “Yaelah, aku serius
Melani! Ini Kak Roman!”
Melani : [kaget setengah mati,
pingsan]
Roman : “Mel, Melani!”
[menepuk-nepuk pipi Melani]
Melani : [membuka mata lalu
tiba-tiba berdiri dan langsung merapikan baju dan rambutnya]
Roman : “Kamu gak apa-apa?”
[heran]
Melani : “Ng, nggak kok! Tapi
ini beneran kak Roman??”
Roman : “Ya beneranlah!”
[mulai kesal]
Melani : “OH MY GOD! Kakak
sekarang kok berubah, jadi ganteng bangeeet..” [membolak-balikkan wajah Roman]
Roman : [berusaha melepaskan
tangan Melani] Melani, kakak kesini buat nyari kakak kamu, Melati, ada nggak?”
[kesal]
Melani : [masih terpesona]
“Mmm.. Kak Melati? Diaa, dia baru aja pergi sama Kak Indah.”
Roman : “Kemana?”
Melani : “Ke hatimuu…”
Roman : “Apa?”
Melani : [kaget dengan
ucapannya] “Eh, e, maksudnya ke bandara.”
Roman : “Ya udah deh. Thanks
ya!” [Langsung menuju motornya dan pergi]
Melani : [masuk ke rumah
dengan masih terpesona]
Di bandara…
Tampak Melati dan Indah
sedang duduk di kursi kedatangan.
Melati : “Huhhh… Ini masih
lama gak sih?? Pantat aku udah panas nih..”
Indah : “Baru 30 menit!
Sabar sebentar kenapa sih?!” [menengok-nengok ke pintu masuk]
Melati : “Aku nggak bisa kalo
nunggu lama-lama gini. Mana gadget aku ketinggalan lagi. Kan boring!”
Indah : “Daripada kamu
ngomel disini nggak jelas. Mending beliin aku minuman kek, apa kek!”
Melati : “Ya udah deh. Tunggu
ya!” [pergi]
Beberapa saat kemudian
Roman datang.
Indah : “Lho, Roman, kamu
kok ada disini?” [kaget melihat Roman]
Roman : “Tadi aku nyari kamu
ke rumah tapi katanya kamu ke rumahnya Melati, terus aku cari ke rumahnya
Melati, eh malah ketemu si Melani yang nyangka aku bukan Roman!”
Indah : “Nah, terus?”
Roman : “Katanya Melani kamu
sama Melati ke Bandara, ya aku kesinilah.”
Indah : “Emang ada
keperluan apa nyari aku?”
Roman : “Soal Mawar. Ternyata
dia gak masuk sekolah berhari-hari karena dia ke Singapura untuk berobat.”
Indah : “Aku udah tau kok!”
Roman : “Apa? Kenapa gak
ngasi tau sebelumnya?”
Indah : “Aku baru aja di
telpon sama Om Bram, ayahnya Mawar tadi.”
Roman :“Lalu?”
Tiba-tiba
Melati datang membawa kresek berisi minuman.
Melati : “Eh, Roman, kamu ada
disini juga?”
Indah : “Mana minuman aku?”
Melati : “Sabar dong,”
[mengeluarkan minuman] “Nih!”
Roman : “Lalu gimana? Kalian
ngapain disini?”
Indah : “Kita nungguin Ma…”
Melati : “Mawar!!!” [sambil
melompat-lompat kegirangan]
Indah : [hampir tersedak
mendengar teriakan Melati] “Kamu kenapa sih?”
Melati : “Itu, Mawar udah
datang!” [tunjuknya]
Indah
dan Roman : [menengok ke arah pintu
kedatangan dan sontak langsung berdiri]
Melati : “Mawaarrrrrrrr………” [Berlari
sambil membawa minumannya menuju Mawar]
Indah
dan Roman mendekati Mawar yang sedang dipeluk Melati.
Mawar : “Roman..”
[terbengong-bengong menatap Roman]
Roman : “Mawar..” [juga
terbengong-bengong menatap Mawar]
Melati : “War, kamu kenapa
nggak ngasih tau kita sih kalo kamu sakit?”
Mawar : [menoleh Melati dan
tersenyum] “Sekarang aku udah nggak apa-apa kok!”
Indah : “Kenapa kamu nggak
ngabarin kita kalo kamu ke singapura?”
Mawar : [diam sejenak] “Soal
itu aku minta maaf. Waktu itu aku harus segera berobat. Lagipula aku nggak mau
kalian khawatir.”
Indah : “Tapi kita kan
Sahabat?! Udah seharusnya kita selalu sama-sama walau sedih atau senang.”
Mawar : “Udahlah, Ndah, aku
udah sembuh kok! Liat kan aku sekarang udah pulang.” [tersenyum]
Indah : “Tapi…”
Mawar : “Indah, aku gak akan
pergi diem-diem lagi kok.”
Indah : [memeluk Mawar
sambil menangis]
Sementara
Roman hanya terdiam menatap Mawar yang dipeluk Indah dan Melati.
Mawar : “Kamu nggak senang ya
aku udah pulang, Man?”
Indah
dan Melati : [melepas pelukannya]
Roman : [tampak kikuk] “Eh,
e, aku, tentu aja senang Kamu bisa pulang, War. Senang banget malah!”
[tersenyum]
Mawar : “Senang banget?”
Roman : “Yaiyalah, kamu kan
sahabat aku dari kecil, masa sih aku nggak senang.”
Mawar : “Oh, Terimakasih ya,
Man udah mau jemput aku disini.” [tersenyum pada Roman]
Melani : “Perasaan yang lebih
lama nunggu kan aku sama Indah? Kok sama Roman aja bilang terimakasih?” [melirik
ke arah Indah]
Indah : “Iya nih, badanku
sampai encok nih nunggunya.”
Mawar : [wajahnya bersemu
merah] “E,e, bukan begitu. Untuk kalian terimakasihnya nanti, aku traktir makan
deh!”
Melati : “Traktir makan aja?”
Mawar : “Mmm… ya udah, nanti
aku telepon Ayahku biar beliin kalian oleh-oleh, gimana?”
Indah
dan Melati : “Yess!” [sambil
ber-tos]
Roman : “Ini anak, orang baru
sembuh masih dipalakin juga!”
Melati : “Yee… biarin aja
orang Mawar yang nawarin!” [menjulurkan lidah, meledek]
Roman : “Ya udah deh, mending
anterin Mawar pulang dulu! Dia kan butuh banyak istirahat untuk pemulihan.”
Indah : “Oh iya, sampai
lupa! Yukk, kita pulang War!” [memapah Mawar menuju parkir bandara]
Kemudian,
Indah dan Melati pulang bersama Mawar menggunakan Mobil. Sementara Roman pulang
menggunakan motornya.
Keesokan
harinya…
Roman tampak
melamun, menyusuri lorong-lorong sekolah menuju kelasnya. Di tangannya terdapat
sebuah Buku, buku cerita yang diberikan Mawar. Sampai di dalam kelas, Roman
langsung menaruh tasnya dan duduk terdiam tanpa mempedulikan orang-orang yang
menatapnya heran.
Melati :”Kamu kenapa, Man?”
Indah : “Kesambet ya?”
Melati : “Ushhh, jangan
bilang gitu! Kamu sakit ya?”
Indah : “Sakit? Sakit hati
ya?”
Melati : “Kamu ini, temen
lagi bengong gak jelas gini dibilang yang nggak-nggak!”
Indah : “Nah terus?”
Roman : “Aku gak apa-apa!
Udahlah, tolong jangan ganggu aku dulu!” [bicara tanpa menatap Indah dan Melati,
tampak jengkel]
Indah
dan Melati : [Saling berpandangan]
Melati : “Ya udah deh, maaf
kalo gitu.” [kembali ke bangkunya diikuti Indah]
Bel
akhirnya berbunyi dan Pelajaran pun berlangsung seperti biasa. Sampai pulang
sekolah, Roman tampak cepat-cepat menuju motornya. Kemudian ia lalu pergi tampa
bertegur sapa dengan Bang Asoy seperti biasanya.
Ding
Dong…. [bunyi bel rumah Mawar]
Tiba-tiba
muncul Ibunya Mawar.
Roman : “Siang Bukde…”
Ibunya
Mawar : “Siang, eh, Roman, mau
nyari Mawar ya?”
Roman : “Iya bukde, orangnya
ada?”
Ibunya
Mawar : “Ada dong, dia lagi
istrahat di kamarnya.”
Roman : “Boleh aku tengok,
Bukde?”
Ibunya
Mawar : [mengangguk dan
tersenyum. Mempersilahkan Roman masuk]
Roman : “Terimakasih ya
Bukde.”
Roman
menuju kamar Mawar dan mengetuk pintunya. Pintu akhirnya terbuka, Mawar
terlihat sangat pucat saat itu.
Mawar : “Eh, Roman? Ngapain
kamu kesini?” [tersenyum]
Roman : [garuk-garuk kepala]
“Mmm.. aku ganggu kamu ya?”
Mawar : “Enggak kok! Masuk
aja, gak apa-apa.”
Roman : [roman masuk ke kamar
Mawar]
Mawar : “Tapi aku gak tutup
pintunya ya.”
Roman : “Memang seharusnya
begitu kan?”
Mawar : [Tersenyum lagi]
“Kamu ada keperluan apa kesini?”
Roman : “Aku kesini Cuma mau
memastikan keadaan kamu kok.”
Mawar : “Udah kayak dokter
aja kamu, Man!” [tertawa]
Roman : “Lha, aku kan emang
dokter tapi gak jadi karna pasiennya udah sembuh.”
Mawar : [tertawa lagi]
Roman : “Liat kamu ketawa,
rasanya senang banget!” [menatap Mawar
yang tiba-tiba berhenti tertawa] “Kok berhenti ketawanya?”
Mawar : “Enggak, aku Cuma heran aja denger kamu bilang kayak gitu.”
Mawar : “Enggak, aku Cuma heran aja denger kamu bilang kayak gitu.”
Roman : [terdiam]
Mawar : [ikut terdiam lalu pura-pura
merapikan bonekanya]
Roman : “Mm, kalo begitu, aku
pulang ya.” [berdiri]
Mawar : “Jangan!” [ikut
berdiri dan langsung memeluk Roman]
Suasana
seketika menjadi hening. Tapi perlahan terdengar suara isakan. Mawar menangis
di punggung Roman.
Roman : [berbalik lalu
membalas pelukan Mawar] “Tenang, aku masih disini.”
Mawar : [makin terisak]
Roman : “Kamu gak perlu
takut, aku bakalan selalu ada di samping kamu.”
Sejenak suasana menjadi
hening. Hanya terdengar suara ayam di luar rumah Mawar. Namun iba-tiba Mawar
terbatuk-batuk.
Mawar : [menutup mulutnya dan
terus terbatuk-batuk]
Roman : [melepas pelukannya]
“Kamu kenapa, War?”
Mawar : [tak menjawab lalu
dibukanya tangannya, berisi darah, tangannya bergemetar]
Roman : “Mawar, kamu, tangan
kamu, aku panggilin Ibu kamu ya? Tunggu sebentar.” [hendak berlari memanggil
ibunya Mawar]
Mawar : [memegang tangan
Roman] “Jangan, jangan kasih tau ibuk soal ini. Aku mohon.”
Roman : “Tapi, kamu
berdarah.”
Mawar : “Aku mohon Roman. Aku
gak akan kenapa-kenapa.” [tersenyum]
Roman : [Tidak jadi keluar
lalu mengambilkan air yang ada di meja untuk Mawar] “Nih minum.”
Mawar : [menerima gelas air
dan meminumnya. Lalu mengambil beberapa lembar tissue dan mengelap tangannya
yang berisi darah]
Roman : “Kenapa kamu bohong
lagi?” [pandangannya focus ke depan]
Mawar : [berhenti mengelap
tangannya, memandang Roman] “Bohong?”
Roman : [menatap Mawar tajam]
“Kamu bilang kamu udah sembuh waktu di bandara.”
Mawar : [tersenyum lalu
melanjutkan mengelap tangannya] “Oh, Aku memang udah sembuh kok.”
Roman : “Sembuh? Kalo kamu
udah sembuh, kenapa kamu bisa seperti ini sekarang?”
Mawar : “Roman, aku kayak
gini karena efek obatnya. Dokter bilang itu akan sering terjadi sampai aku
benar-benar sembuh.”
Roman : “Kamu bohong!”
[nadanya meninggi]
Mawar : “Aku gak bohong. Kalo
aku bohong hidungku pasti udah panjang kayak pinokio.” [tertawa]
Roman : “Mawar, ini gak lucu!
Yang keluar dari mulut kamu itu darah bukan permen!” [suaranya makin tinggi]
Mawar : [berhenti tertawa,
menatap Roman serius] “Kenapa kamu marah?”
Roman : “Marah? Kenapa aku
marah?! [memekik, memandang Mawar Tajam] Aku itu peduli sama kamu! Aku gak mau
kamu ke rumah sakit di luar negeri lagi! Aku gak mau kamu absen lagi di kelas!
Aku, aku takut kehilangan kamu!!” [pandangan Roman tidak lagi ke arah Mawar.
Pikirannya kacau dan nafasnya naik turun]
Mawar : [tersenyum kaku]
“Kenapa gak dari dulu aja kamu seperti ini?”
Roman : [Terdiam. Posisinya
membelakangi Mawar]
Mawar : “Roman, dari surat
itu kamu pasti tau bagaimana perasaanku sama kamu. Tapi lewat surat itu juga
aku paham bagaimana perasaan kamu sama aku, yang Cuma sebatas sahabat. Gak
lebih. Karena kamu udah punya Anjeli, wanita yang kamu impikan. Dia Cantik,
pintar, sopan gak kayak aku yang suka nyontek, suka shoping, dan manja.” [Mawar
terkekeh lalu menepuk pundak Roman] “Roman, Aku bahagia karna kamu bisa milikin
Anjeli.”
Roman : [Tetap diam]
Mawar : [tersenyum lalu
menuju lemarinya] “Ohya, aku nanti aku mau check up ke rumah sakit, mending
kamu pulang dulu gih.”
Roman : [berbalik, menatap
Mawar yang tersenyum kepadanya] “Aku pulang dulu.”[ucapnya datar lalu pergi]
Mawar : [tersenyum pahit
menatap punggung Roman yang kian menghilang. Lalu tak sadar air matanya kembali
jatuh. Mawar lalu duduk di kasurnya sambil menangis]
Di kamar Roman….
Roman tampak
melamun memandangi meja belajarnya yang dipenuhi buku-buku pelajaran.
Pandangannya kosong, pikiran berkelebat dan hatinya bimbang. Hingga ia tak
sadar Ibunya datang membawakan segelas susu panas dan roti.
Ibu
Ikbir : [meletakkan
gelas susu dan roti di meja Roman] “Nak, ini ibu bawain Roti sama susu. Siapa
tau kamu lapar karna kamu gak ikut makan tadi.”
Roman : [masih melamun]
Ibu
Ikbir : “Roman, kamu
kenapa? Kamu sakit? Apa ada soal yang gak bisa kamu jawab? Mendingan kamu Tanya
aja besok sama gurunya.”
Roman : [tetap diam]
Ibu
Ikbir : [meraba dahi
Roman lalu membandingkannya dengan susu yang ada di meja Roman, mengaduh
kepanasan] “Gak panas kok.” [melambai-lamabaikan tangannya di depan wajah Roman
lalu mencubit lengan Roman keras]
Roman : “Aawwww!” [mengaduh
kesakitan menatap Ibunya yang cengar cengir] “Ibuk ngapain sih pake
nyubit-nyubit segala! Kan sakit!” [kesal]
Ibu
Ikbir : “Ya maaf,
abis kamu ditanyain diam aja. Jadi Ibu cubit deh. Lagian kamu kenapa sih dari
tadi melamun terus?”
Roman : “Mmm.. Roman, Roman
nggak apa-apa. Ya udahlah, mending Ibu ke dapur aja lagi.” [Mendorong ibunya ke
pintu]
Ibu
Ikbir : “Tapi susu
sama rotinya dihabisin ya!”
Roman : “Iya, nanti aku
habisin sampai gelas-gelasnya aku habisan deh!”
Setelah Ibu Ikbir keluar,
Roman kembali mengambil posisinya. Diteguknya perlahan susu coklat yang
dibawakan ibunya lalu memandang sebuah foto yang dipajang di rak dekat meja
belajarnya.
Roman : “Kenapa sih kamu,
War? Aku itu sayang sama kamu.” [berguman dalam hati]
Roman lalu
mengambil foto itu dan terus menatapnya sampai ia tertidur di mejanya.
Keesokan harinya di
sekolah, Roman sedang duduk sambil membaca sebuah buku di taman sekolah.
Tiba-tiba datanglah Anjeli yang langsung duduk di sebelah Roman.
Roman : [menoleh sebentar
lalu kembali focus pada bukunya]
Anjeli : “Kamu lagi baca
apa?”
Roman : “Mmm, ini, aku lagi
baca buku cerita.” [sambil tetap membaca]
Anjeli : “Cerita apa?”
Roman : “Judulnya Everlasting
Rama dan Sinta Part 2.”
Anjeli : “Oh..” [terdiam
tampak memikirkan sesuatu]
Roman : [Menutup bukunya dan
menatap Anjeli] “Kamu kenapa?”
Anjeli : “Mmm.. Enggak
apa-apa kok!”
Roman : “Nggak apa-apa kok
mukanya ditekuk gitu?”
Anjeli : “Mmm.. soal kemarin,
mmm.. kenapa gak jadi nganterin aku ke toko buku?” [menatap Roman]
Roman : “Astaga!” [menepuk
jidatnya] “Maaf, Yank, aku lupa!”
Anjeli : [terdiam, tampak
kecewa]
Roman : “Maaf deh, kemarin
aku soalnya ke rumahnya Mawar.”
Anjeli : “Ngapain??”
Roman : “E, kan Mawar baru
pulang dari Singapura buat berobat.”
Anjeli : “Oh, kenapa gak
bilang ke aku? Kan aku bisa ikut.”
Roman : “Emm, e, itu, aku
soalnya buru-buru disuruh nganterin makanan ke kantor bapak terus langsung deh
ke rumahnya Mawar. Kebetulan gitu. Maaf ya sayang?”
Anjeli : “Ohh, ya udah deh,
gak apa-apa.” [tersenyum kaku]
Roman : “Gak apa-apa kok
mukanya masih ditekuk? Mmm… sebagai permohonan maaf aku, nanti sore aku jemput
kamu ya.”
Anjeli : “Mau kemana?”
Roman : “Pokoknya nanti
siap-siap aja. Dandan yang cantik, oke?”
Anjeli : “Mau kemana sih? Aku
penasaran nih..” [menggoyang-goyangkan bahu Roman]
Roman : “Pokoknya tunggu aja
nanti, ya!” [merangkul Anjeli]
Anjeli : “Ya udah deh. Jadi
gak sabar nunggu sore.” [membalas rangkulan Roman dengan wajah sumringgah]
Bel pun berbunyi
murid-murid masuk ke kelas untuk pelajaran terakhir.
Dan sore harinya... Roman
sudah berpakaian rapi dan terlihat sangat tampan. Ia sedang bersiap-siap untuk
menjeput Anjeli. Setelah selesai menyisir rambutnya, Roman keluar dari kamarnya
dan hendak mengambil motornya di garasi.
Ibu
Ikbir : [Baru keluar
dari toilet lalu melihat Roman yang sudah berpakaian rapi] “Mau kemana, Man?
Kok rapi banget?”
Roman : [menoleh ke arah
suara] “Eh, Ibuk, aku mau jemput Anjeli.”
Ibu
Ikbir : “Anjeli itu
siapa?”
Roman : “Oh iya, aku lupa
cerita ke Ibuk, Anjeli itu pacar aku buk.” [sambil tersenyum malu-malu]
Ibu
Ikbir : “Pacar kamu?
Dari kapan? Dia darimana? Orangnya bagaimana? Umurnya berapa??” [nada
interogasi]
Roman : “Umurnya, 5 tahun
lebih muda. Dari Ibuk.” [sambil berkaca di cermin yang ada di ruang tamu]
Ibu
Ikbir : “APAAa???!”
[ekspresi shock yang lebay]
Roman : “Bercanda buk. Dia
temen satu sekolah. Orangnya cantik, baik hati, pintar, rajin menabung lagi! Ya
udahlah, aku mau pergi dulu. Bye Ibuk!” [Roman menghilang di balik pintu.
Menstarter motornya dan melaju menuju rumah Anjeli]
Sesampainya di rumah
Anjeli…
Anjeli keluar bersama
seorang laki-laki paruh baya berkacamata bening.
Anjeli : [tersenyum] “Man,
kenalin ini ayah aku. Yah, ini pacar aku.”
Roman : [gugup] “Eh, e, Om,
saya Roman.” [mengulurkan tangannya]
Ayah
Anjeli : [menatap Roman
tajam lalu membalas uluran tangan Roman dan tersneyum kaku] “Kamu darimana?”
Roman : “Saya dari rumah,
Om.” [masih gugup]
Anjeli : “Usst, kamu ini.
Ayah nanya serius, Roman!” [memukul Roman]
Roman : “Bercanda, Om. Rumah
saya di kompleks Utama, Om.”
Ayah
Roman : “Kamu sekelas sama
Anjeli?”
Roman : “Bukan Om, kami beda
kelas. Hanya seangkatan aja, Om.”
Ayah
Anjeli : “Am om am om,
emang kapan saya nikah sama tante kamu. Panggil saya Pakde aja.”
Roman : [mengangguk] “Iya,
Om. Eh Pakde.”
Ayah
Anjeli : “Kamu mau ajak
anak saya kemana?”
Roman : “Jalan-jalan, Om,
Eh,mm Pakde.”
Ayah
Anjeli : “Sampai jam
berapa?”
Roman : “Nggak sampai malam
kok, Pakde.”
Ayah
Anjeli : “Bagus. Tapi
boleh saya minta fotokopi KTP kamu?”
Anjeli : “Ayah, kok isi
fotocopy KTP segala? Tadi kan ayah janji Cuma nanya aja!”
Ayah
Anjeli : “Tapi, sayang…”
Anjeli : “Udahlah Ayah,
please. Aku jamin Roman itu orang baik-baik!”
Roman : [hanya bengong
memandangi ayah dan anak itu berdebat]
Ayah
Anjeli : “Tapi ayah gak
bisa gitu aja ngelepasin kamu sama orang yang gak ayah kenal.”
Roman : “Tadi kan udah
kenalan, Pakde.” [nyeletuk]
Ayah
Anjeli : [melotot ke arah
Roman sampai Roman menunduk]
Anjeli : “Ayah, sueerr deh
aku gak akan pulang malam. Sumpah deh!” [mengacungkan dua jarinya]
Ayah
Anjeli : [berpikir
sejenak] “Ya sudah. Ayah percaya sama kamu.”
Anjeli : “Nah, itu baru
namanya Ayah Anjeli! Makasi Ayahh…!” [memeluk ayahnya]
Ayah
Anjeli : “Roman, saya
percayakan Anjeli sama kamu. Kalo sampai kamu buat dia nangis, terluka atau
lainnya, nyawa kamu taruhannya! Paham?”
Anjeli : “Ayahh…..”
Roman : “Tenang aja, Pakde.
Saya pasti jagain Anjeli seperti menjaga kandang ayam kakek saya.” [bersuara
mantap]
Ayah
Anjeli : “Apa? Kamu samain
anak saya sama ayam?”
Roman : “Eh, bukan pakde,
maksud saya akan menjaga Anjeli sekuat tenaga saya!”
Ayah
Anjeli : “Bagus.”
[mengangguk-angguk] “Anjeli sayang, kamu hati-hati ya.”
Anjeli : “Iya ayah, Anjeli
pergi dulu ya Yah..” [melambaikan tangan lalu menggandeng tangan Roman]
Roman : “Mari, Pakde.”
[mengangguk lalu menuju motornya]
Roman dan Anjeli akhirnya
pergi dan beberapa menit kemudian mereka sampai di sebuah restoran yang
berlatar belakang persawahan dan sunset yang berkilau keemesan. Roman dan Anjeli
lalu turun dari motornya dan mencari meja yang masih kosong.
Roman : “Gimana tempatnya?”
Anjeli : [menatap pemandangan
sambil tersenyum] “Bagus! Makasi ya Sayang.”
Roman : “Untunglah kamu suka.
Ohya, mau pesan apa?”
Anjeli : “Apa aja deh.” [masih
antusias melihat pemandangan]
Roman : [memanggil pelayan
dan memesan makanan]
Beberapa menit kemudian, pelayan datang
membawa makanan yang telah Roman dan Anjeli pesan.
Anjeli : [mencoba makanannya
terlebih dahulu]
Roman : “Gimana rasanya?
Enak?” [penasaran]
Anjeli : [tersenyum] “Enak
banget! Kamu makan dong.”
Roman : [Roman lalu mencoba
makanannya] “Beneran, ini enak banget!” [lalu menghabiskan makanannya]
Ketika Roman dan
Anjeli sedang asyik menikmati makanan dan pemandangan di restaurant itu,
tiba-tiba handphone Roman bordering. Sebuah panggilan berhasil masuk.
Roman : [mengangkat
teleponnya] “Halo, kenapa Ndah?”
Indah : [terdengar panic]
“Itu, e, si Mawar, dia, e, dia tadi pingsan terus sekarang di rumah sakit. Dia
koma.”
Roman : [ikut panic] “Apaa???
Kamu serius?”
Indah : “Emang aku pernah
bohong sama kamu?”
Roman : “Ya nggak sih.”
Indah : “YA UDAH KALO GITU!
CEPETAN KESINI! MAWAR BUTUH KAMUU!!!” [Berteriak lalu telepon langsung
terputus]
Roman : [tidak berkata
apa-apa lagi. Langsung menutup handphonenya dan sontak berdiri] “Anjeli, maaf
sebelumnya karena acara jalan-jalan kita terpaksa terganggu ini. Mawar koma dan dia butuh aku.”
Anjeli : [berdiri lalu
tersenyum kaku] “Never mind! Aku ngerti. Tapi boleh aku ikut kesana?”
Roman dan Anjeli lalu
menaiki motor dan melaju kencang menuju rumah sakit dimana Mawar dirawat.
Di Rumah sakit …
Roman menatap
ruang ICU yang di dalamnya ada Mawar yang terbaring lemah. Sementara Anjeli
menatap Roman dengan pandangan aneh. Pikirannya mulai berkelabut.
Indah : [baru datang dari
membeli minuman] “Eh, kamu udah nyampe ternyata? Darimana aja?”
Roman : [terdiam sejenak,
menatap Indah] “Mmm.. Maaf, Ndah, aku tadi..” [terputus]
Anjeli : “Roman tadi
nganterin aku beli kue buat nenek aku, tapi karena kelamaan nunggu jadinya dia
telat datang kesini. Maafin dia..” [tersenyum]
Roman : [memandang Anjeli,
heran]
Indah : “Oh, tapi gak apa-apa
kok. Lagian Mawar udah lebih baik kok …”
Roman : “Apa aku boleh
masuk?”
Indah : “Boleh setelah Mamanya
Mawar keluar.”
Tak lama Mamanya Mawar
keluar dengan wajah sedih.
Mama
Mawar : [melirik kea rah
Roman] “Roman, kamu ada disini. Mawar nanyain kamu dari tadi.” [tersenyum]
Roman : “Iya tante. Maaf
Roman telat kesini. Roman boleh masuk?”
Mama
Mawar : “Masuklah.” [lirih]
Roman lalu memasuki kamar
tempat Mawar dirawat. Tampak Mawar terbaring tak berdaya di ranjang yang
dipenuhi alat-alat aneh yang berujung pada tubuh Mawar.
Roman : “Kamu udah baikkan,
War?” [bicara pelan]
Mawar : [tersenyum] “Kamu
akhirnya datang juga. Aku nunggu kamu dari tadi.”
Roman : “Kenapa kamu bohong
sama aku, Mawar?” [menatap Mawar lekat]
Mawar : “Aku bohong soal
apa?”
Roman : “Soal kondisi kamu.
Kamu bilang kamu akan sembuh. Kamu bilang kamu muntah darah akibat efek
obatnya. Tapi ternyata kamu masih sakit kayak gini!”
Mawar : “Aku gak bohong, aku
emang udah sembuh. Hanya saja, sekarang kambuh lagi. Cuma perlu sedikit
pengobatan.” [tersenyum]
Roman : “Kamu bilang kayak
gitu Cuma biar aku gak khawatir kan?! Percuma! Aku bakalan terus mikirin kamu
sebelum kamu bisa kembali kayak dulu lagi.” [hampir menangis]
Mawar : “Kamu mikirin aku?”
[mengernyit]
Roman : [tiba-tiba memeluk
tubuh lemah Mawar] “Entah kenapa sejak kamu bilang perasaan kamu ke aku,
pikiranku selalu tertuju ke kamu, War. Aku gak tau apa yang terjadi di dalam
sini, karena yang bisa aku rasakan Cuma perasaan bimbang dan gelisah. Juga
takut kalau nanti kamu benar-benar pergi. Aneh memang, tapi itu yang aku
rasakan.” [air mata Roman berlinang]
Mawar : “Kamu menangis?”
[melepaskan pelukan Roman lalu menatapnya]
Roman : “Kamu pasti punya
pikiran bahwa aku laki-laki cengeng sekarang.” [mengusap air matanya]
Mawar : [terkekeh] “Tidak,
malah aku berpikir bahwa kamu adalah laki-laki baik. Semakin hebat di mataku,
sejak dulu.”
Roman : [kembali memeluk
Mawar lebih erat] “Tolong jangan tinggalin aku, Mawar.” [lirih]
Mawar : [berusaha menahan air
mata] “Aku gak akan pergi dan membiarkan kamu sendiri kok.”
Roman : “Tapi aku takut
sekali.”
Mawar : “Biarpun aku nantinya
pergi, kamu gak bakalan sendiri, masih ada Anjeli kan?”
Roman : [terdiam]
Mawar : “Benar kan? Anjeli
adalah wanita yang bakalan menemani kamu disaat aku pergi nanti.”
Roman : “Sudahlah, War. Aku
rasa kamu perlu banyak istirahat. Cepet sembuh.. Aku akan kesini lagi nanti.”
Roman berlalu seketika tanpa
mendengar jawaban Mawar lagi. Entah kenapa ada yang aneh terjadi pada Roman.
Namun sudahlah, nikmati saja cerita simple ini dengan seksama…
Di perjalanan menuju rumah
Anjeli…
Anjeli : [berdehem pelan]
“Roman..”
Roman : [tidak menyahut. Matanya
focus ke jalan]
Anjeli : “Roman…?” [memanggil
dengan suara lebih keras]
Roman : [Masih diam]
Anjeli : “Roman sayang?”
[sambil menepuk pundak Roman]
Roman : [terperanjat] “Eh, e,
iya? Kenapa sayang?”
Anjeli : “Kamu kenapa? Aku
dari tadi panggil kamu gak nyahut-nyahut.”
Roman : “Em, enggak, aku gak
apa-apa. Cuma terlalu focus sama jalanan.”
Anjeli : “Are you sure?”
[mencoba menyelidik]
Roman : “Ya, aku baik-baik
aja. Aku gak mau kamu nanti dimarahin papamu karena pulang malam.” [kembali
focus ke jalan. Mengendarai motornya dengan lebih kencang]
Sampai di rumah Anjeli…
Anjeli : “Kamu gak mampir
dulu?”
Roman : “Maaf sayang, aku
terlalu capek hari ini. Mungkin lain kali..” [tersenyum lalu mengecup kening
Anjeli lembut]
Anjeli : “Roman, mungkin aku
tau apa yang kamu rasakan sekarang.”
Roman : “Apa maksudmu?”
[mengernyit]
Anjeli : “Entahlah.. Ya sudah
pulang gih.” [tersenyum]
Roman : “Baiklah. See you
tomorrow.” [menaiki motornya lalu berlalu bersama derung keras motornya.]
Dalam perjalanannya Roman
tetap melamun. Matanya terarah tajam menuju jalan-jalan yang biasa ia lewati.
Tapi malam ini, semuanya tampak berbeda. Apa yang berbeda? Apakah ia salah
jalan karena terlalu gelap atau…
Roman : “Ahhrrggh! Sial!”
[membentak diri sendiri. Lalu meminggirkan motornya dan berhenti tepat disebuah
taman di tengah kota.]
Roman tampak sangat
bingung. Seperti seseorang yang kehilangan akal sehat. Ia menendang trotoar,
mengobrak-abrik rambutnya dan hampir saja membanting handphonenya jika saja
tidak ada orang yang melintas.
Roman : “Ada apa denganku??!
Arrgghhh!!!” [pekiknya lagi]
Roman berusaha menenangkan
pikirannya dengan mondar-mandir gak jelas di depan sebuah bangku taman.
Pikirannya masih kacau dan selalu mengarah pada Mawar dan Anjeli.
Roman : “Apakah aku..? Aku,
jatuh cinta? Arrggh tidak! Tidak mungkin aku jatuh cinta kepada sahabatku
sendiri. Lagipula aku sudah punya Anjeli. Gadis idamanku. Tapi kenapa muncul
keraguan?” [bertanya-tanya dalam hati]
Roman mulai lelah dengan
kekacuan pikirannya. Ia lalu memutuskan untuk pulang ke rumah dengan harapan
besok pikirannya kembali seperti semula.
Keesokan harinya di
sekolah…
Indah dan Melati tampak
sedang duduk di bangku pojok kantin sambil menmbicarakan banyak hal. Pagi ini
entah kenapa pagi begitu mendung, angin berkelebat dan pikiran semua orang
terasa begitu berat, apalagi Roman.
Indah : “Roman! Kesini!” [
seraya melambai-lambaikan tangannya pada Roman.]
Roman : [menoleh sunyi dan
langsung menuju tempat Indah dan Melati]
Melati : “Udah makan, Man?”
[menyodorkan sesendok sotonya pada Roman]
Roman : “Makasih, Mel.”
[sahutnya datar dengan tatapan masih kacau]
Indah : [Menatap Roman
lekat lalu meneguk minumannya] “Kamu kenapa, Man?”
Roman : [tidak menyahut,
Melamun]
Melati : “Udahlah Roman, soal
dari Bu Sinta tadi ga usah dipikirin! Itu bukan berarti kamu bodoh. Cuma
soalnya aja yang sulit semua. Setidaknya sulit semua menurut aku sih.”
[cengengesan]
Indah : “Kebiasaan deh
kamu, Mel. Orang Romannya lagi GeGaNa gitu malah dikira mikiran soal!” [melirik
tajam ke Melati]
Melati : “Ya, siapa tau kan.
Abis soalnya itu emang bener-bener bikin gegana!” [mengerutkan dahinya] “Eh,
tapi gegana itu apa sih?”
Indah : “Jiahhhhh! Please
deh, Eneng Melati Brawijaya Ciamik bingitzz! GeGaNa itu Gelisah, Galau dan
Merana!”
Melati : “Oh, ehm, aku kira
Roman jadi tim tentara-tentara gitu pake gegana-geganaan segala.” [cengengesan
lagi]
Indah : “Lebih baik kamu
abisin dulu deh sotonya!” [mendelik pada Melati]
Melati : “Tapi, kan…” [tidak
melanjutkan perkataanya dan langsung menyeruput sotonya lagi.]
Indah : “Man, coba cerita
sama aku.” [mendekati Roman yang masih diam]
Roman : “Aku..” [masih
enggan]
Indah : “Ayolah, Man, Aku
tau yang kamu rasain sekarang. Aku paham banget!” [menyeruput esnya sekali
lagi]
Roman : [mengangkat wajahnya
dan menatap Indah heran] “Indah…”
Indah : “Ya, kamu kira aku
gak tau soal kiriman itu, soal Perasaan Mawar. I Have known!”
Roman : “Lalu bagaimana
menurutmu?” [tatapannya mulai linglung lagi]
Indah : “Maksud kamu?
Memang aku tau, Man, tapi tidak semuanya. Aku belum tau bagaimana perasaan kamu
saat ini.” [menatap Roman tajam]
Roman : “Aku… Perasaanku…
Entahlah..” [merunduk]
Indah : “Kalau aku tebak,
perasaanmu bingung. Masih menimbang antara yang tepat dan yang paling baik.
Disatu sisi kamu harus menjaga perasaan Anjeli dan di sisi lain kamu mulai enggan
untuk Mawar pergi. Benarkan?” [mengangkat satu alisnya]
Melati : [mulai bicara lagi]
“Aku juga tau soal itu, Ndah.” [menelan makanannya lalu lanjut bicara] “Roman,
aku paham sama apa yang kamu rasain sekarang. Istilahnya sih Dilema. Karna aku
juga pernah ngerasainnya.”
Indah : [Mengernyitkan
dahi, heran] tumben kata-katamu nyambung. Biasanya kan jaka sembung bawa golok
terus.”
Roman : “Kamu pernah
ngerasain hal yang sama? Gimana?”
Melati : “Yaa, dulu aku pernah
suka sama cowok, kita sering papasan di kantin, di ruang guru dan di pos satpam
tapi gak pernah sekalipun dia nyapa apalgi senyum. Kalian inget Randy kan?”
Indah : “Randy? Ketua OSIS
itu? Yang misterius dan dingin kayak es kutub itu?” [mendelik]
Melati : “Dia gak sedingin
yang kalian kira. Ternyata Randy yang misterius di sekolah beda banget sama
Randy yang diluar sekolah. Dia baik, ramah dan sopan.”
Indah : “What?! Ramah? Kamu
gak salah inget? Dia itu ketua OSIS paling kejam di SMP dulu.”
Melati : “Ya, itu karna di
rumah dia diperlakukan sama oleh orang tuanya. Dan di sekolahlah dia
melampiaskan semuanya dengan cara yang sedikit berbeda.”
Indah : “Tapi, eh, kenapa
kamu tau banget soal Si Es Kutub itu? Kamu kan gak pernah datang ke rumahnya
dulu.”
Melati : “Sebenernya kita
sering ketemu, di taman belakang sekolah, pertama kali itu karna aku
membututinya.”
Indah : “APAA? Taman
belakang sekolah? Disana kan serem banget! Lagian kita kan dilarang pergi
kesana.”
Melati : “Itu Cuma gossip.
Randy sengaja bikin rumor itu biar gak ada seorangpun yang datang ke taman itu
selain dia.”
Indah : “Tapi kenapa?”
Melati : “Katanya, dia Cuma
pengen menyendiri. Menenangkan diri tepatnya.”
Roman : “Lalu apa yang sama
dengan kisahku sekarang?”
Melati : “Karna saking mempesonanya
Randy, tentu bukan Cuma aku yang suka sama dia. Mungkin hampir semua cewek di
sekolah naksir sama Randy…”
Indah : “Aku gak tuh!”
[memotong kalimat Melati]
Melati : “Ya, kamu kan
sukanya sama Si Age. Cowok konyol nan aneh!”
Indah : “Dia gak aneh! Dia
itu cowok paling beda dari cowok lainnya. Suaranya merdu, gokil, seru, dan gak
jaim dan sok misterius kayak si Randy.”
Melati : “Ya sih, tapi tetep
aja, aneh! Dan…”
Roman : “Ini mau nyeritain
Melati sama Randy atau Indah sama Age sih?”
Melati : [Cengengesan lalu
merubah ekspresinya kembali serius] “Salah satu cewek yang naksir banget sama
Randy adalah Rika.”
Indah : “Wuiihh, saingan
berat tuh!”
Melati : “Kamu bener! Rika
emang saingan terberat aku. Karna ternyata dia lebih mudah membuat Randy merasa
nyaman dan selalu tertawa setiap mereka bicara.”
Roman : “Lalu?”
Melati : “Tentu aku cemburu.
Walaupun aku bukan siapa-siapanya Randy. Semakin aku lihat mereka bercengkrama
begitu akrab dan makin akrab setiap hari. Berbeda ketika Randy hanya berdua
bersamaku di taman belakang sekolah. Dia hanya diam, menyandarkan kepalanya
pada bangku taman dan memandang langit lekat. Hanya bicara beberapa kalimat
singkat.”
Indah : “Cpcpcp… kenapa aku
bisa gak tahu kamu punya cerita cinta yang begitu ironis ya?”
Roman : “Iyayaalah… Secara kamu sibuk nyanyi-nyanyi gak jelas sama Si
Age.” [celetuknya]
Indah : “Ya sih. Tapi..”
Roman : “Udah deh gak usah
tapi-tapian. Lanjutin Mel!”
…
Waktu menunjukkan pukul 2 siang. Sementara Roman masih
duduk diam di salah satu bangku di dekat studio. Dia menunggu Anjeli yang
sedang latihan tari.
Anjeli : “Sayang, lama
nunggunya ya?” [setelah selesai latihan]
Roman : “Eh, mm, enggak kok.
Udah selesai ya? Kok tumben selesai cepet?”
Anjeli : “Iya, Bu Rita ada
urusan mendadak. Jadi latihan dilanjutin besok. Kamu kenapa?”
Roman : “Ehh, Aku? Kok kamu
nanya gitu?”
Anjeli : “Enggak kenapa sih.
Aku Cuma ngerasa kamu lagi mikirin sesuatu.”
Roman : “ Aku gak apa-apa
kok. Kamu tenang aja.” [tersenyum]
Suasana hening sejenak.
Roman dan Anjel sama-sama kehilangan kata-kata. Sampai akhirnya Anjeli kembali
angkat bicara.
Anjeli : “Roman, sebenarnya
ada yang mau aku bicarakan.”
Roman : “Kenapa kamu jadi
serius begitu? Ada apa?”
Anjeli : “Aku, mm.. Papa..”
Roman : “Papa kamu kenapa?”
Anjeli : “Sebelumnya bisakah
aku minta satu hal ke kamu, Man?”
Roman : “Apapun asalkan itu
baik, I Will do it for you.”
Anjeli : “Setelah aku bilang
yang sebenernya, kamu boleh marah. Tapi jangan sesekali kamu menyakiti diri
kamu sendiri. Dalam bentuk apapun!”
Roman : “Kenapa kamu bilang
kayak gitu? Memangnya ada hal apa sampai aku
harus menyakiti diriku sendiri?”
Anjeli : [terdiam. tampak
bingung dan gelisah tapi tetap mencoba mengumpulkan keberanian] “Papa jodohin
aku.”
Roman : [terkejut] “Apa?
Dijodohin? Kenapa?”
Anjeli : “Karena kita gak
mungkin bisa bersatu sebagai pasangan!”
Roman : [linglung] Maksud kamu apa gak mungkin? Apa ini seperti film
Twilight yang bilang kalau vampire sama srigala gak akan bisa bersatu?”
Anjeli : “Bukan, bukan
seperti itu, Man! Hanya saja sebenernya kita satu darah.”
Roman : “Aduhh, aku
bener-bener makin gak ngerti sama apa yang kamu bilang. Kita actually memang
satu darah. Darah Indonesia, Anjeli.”
Anjeli : “Roman, aku serius!
Kita ini saudara! Nenek aku itu istri
kedua kakek kamu. Jadi intinya kita punya satu kakek yang sama.”
Roman : [diam sambil
kedip-kedip heran]
Di lain tempat, Indah dan Melati sedang menuju kamar tempat Mawar dirawat. Ya, lagi-lagi
Mawar masuk rumah sakit.
Mama
Mawar : “Eh, Nak Indah sama
Melati. Mau jenguk Mawar ya?”
Indah : “iya tante,
Mawarnya gak lagi tidur kan, Tan?”
Mama
Mawar : “Oh, Mawar lagi asyik
baca buku tuh. Tapi untung kalian datang. Dari tadi Mawar gak mau makan. Tante
jadi khawatir.”
Melati : “Mungkin Mawar mau
diet, Tan.”
Indah : “Ushh, kamu ini
ada-ada aja deh. Orang lagi sakit juga malam dibilang diet!”
Mama
Mawar : [terseyum] “Ya udah,
mumpung kalian disini, tante minta tolong jagain Mawar sebentar ya. Tante harus
ke ruang dokter dulu.”
Melati : “Oh, siap tante!
Mawar pasti aman kalo sama kita.”
Mama
Mawar : “Makasih ya. Ohya
sekalian bujuk Mawar buat makan ya.” [lalu pergi menuju ruang dokter]
Di dalam ruang rawat
Mawar…
Indah : “Sibuk banget sih
neng sampe gak sadar ada dua bidadari yang baru jatuh dari langit.”
Mawar : “Maaf mbak, saya gak
lagi pengen beli alat diet.”
Indah : “Ihh, Mawar gitu
deh. Masak bidadari cantik kayak gini dibilang dagang alat diet.”
Mawar : “Lagian, baru datang
bilang permisi dulu kek. Orang lagi serius baca juga!”
Melati : “Emang kamu lagi
baca apaan? Novel lagi? Atau buku Kisah Rama dan Sita? Atau Melati dan Age… Oh
so sweet…..” [kesemsem sediri]
Indah : [melongo] heh,
emang ada novel Melati dan Age?”
Melati : “Ya tentu ada dong.
Nanti. Dan itu akan menjadi sebuah kisah cinta yang fenomenal cetarrr dan
membahana. Ha ha ha…” [ketawa kayak nenek lampir keselek duren]
Mawar : “Melatii, please ini
di rumah sakit bukan di kelas. Kamu mau aku gak sembuh-sembuh gara-gara denger
kamu teriak?” [menutup novelnya dan membenahi posisi duduknya]
Indah : “Ceilahh, sekarang
bacaannya Romeo dan Juliet? Romeonya mana?” [cekikikan sambil membuka bungkusan
yang dibawanya]
Mawar : “Romeonya… mm…”
[merunduk]
Indah : “Tapi ya udahlah,
gak penting siapa Si Romeo. Yang jelas, sekarang kamu makan ya Mawar Cantik
baik hati dan suka melamun. Nih kita udah bawain kamu Martabak manis coklat
keju dan bubur kacang ijo. Ohya satu lagi, jagung bakar pedas manis.”
[menyodorkan sekotak martabak dan semangkok bubur kacang ijo keMawar]
Mawar : “Jagung bakarnya mana?”
[tidak melihat tanda-tanda jagung dibakar]
Indah : “Hehe, tuh jagungnya dibawah aku bawain sampe
gerobak plus abang-abangnya.” [melirik ke luar jendela]
Mawar : “Hah? Tumben kalian
baik. Biasanya yang traktir aku trus.” [menggerutu]
Melati : “Yah, gak apa-apalah
sekali-sekali kita baik.. Makanya cepet sembuh biar bisa nraktir kita lagi!”
[tertawa]
Mawar : “Yee.. mending dong
aku sakit gini daripada uang jajan dihabisin kalian trus.”
Indah : “Ya udah deh, kalo
kamu cepet sembuh aku traktir deh apa aja makanan faforit kamu tiap minggu.
Gimana?”
Mawar : “Are you sure?”
Indah : “Of course! [sambil
mengacungkan 2 jarinya] “Jadi mau makan yang mana dulu nih?” [kembali melirik
makanan yang dibawanya]
Mawar : “Jagung bakar dulu
boleh kan bu’dok?”
Indah : “Mmm… boleh gak
ya?”
Mawar : “Ayolah.. Udah 1
tahun gak makan jagung bakar.”
Melati : “Eh, busett!
Segitunya ya?” [mengangkat sebelah alisnya, tersenyum sambil bersandar pada
sebuah kursi roda]
Mawar : “Horeee…. Kalian
emang sahabat yang paling gila!” [sumringgah]
Indah : “Ayo sini saya
bantu turun, Nek.” [sambil tertawa meledek]
Mawar : “Tuh kan, Indah…”
…
Di Taman Rumah sakit..
Melati : [tiba-tiba menepuk
dahinya] “Oh My God!”
Mawar : [kaget] “Kenapa Mel?”
Melati : “Hape-ku ketinggalan
di atas!”
Indah : “Tuh kan,
penyakitnya kambuh lagi. Kebiasaan deh.”
Mawar : “Ya udah sana naik
lagi gih..”
Melati : “Apa? Naik lagi? Kan
capek, Mawar. Lagian di tangga itu serem..” [bergidik]
Indah : “Gini nih korban
film horor!”
Mawar : “Ya udah kalo gitu
kita beli dulu jagungnya, baru naik lagi.”
Melati : “Tapi Mama pasti
nelpon karna tadi lupa bilang.”
Indah : “Nah terus mau
gimana? Mau manjat kayak spiderman?”
Melati : “Ihh, ayolah Indah
anterin.. Please……” [wajah memelas]
Indah : “Tapi, Mawar
gimana? Masak kita tinggalin dia sendiri disini?”
Mawar : “Udah, gak apa-apa.
Anterin aja dulu si Melati ke atas. Antisipasi anak orang pingsan di tangga.”
[cekikikan]
Melati : Ihh, Mawar kok
gitu.” [cemberut]
Indah : “Udah deh, yuk
cepetan! Ngerepotin deh nih anak.”
Melati : “War, kalo kamu mau
ke dagang jagungnya duluan, dagangnya ada disana.” [sambil menunjuk ke arah
dagang jagung]
Mawar : “Iya, tapi cepetan
ya.”
Indah dan Melati lalu
pergi. Menuju lantai atas tempat ruang rawat Mawar. Sementara Mawar yang sudah
tidak sabar menikmati jagung bakar segera menuju tukang jagung bakarnya.
Mawar : “Mas, Jagung bakarnya
satu ya!”
Pedagang
Jagung : “Pedas manis ya, Mbak?”
[tanpa menoleh ke Mawar]
Mawar : “Kok Mas tau saya
suka yang pedas manis?”
Pedagang
Jagung : [salting] “Ya soalnya
pelanggan saya kebanyakan suka yang itu mbak.”
Mawar : “Oh gitu..”
Pedagang
Jagung : “Mawar..Ini..” [sambil
menyodorkan jagung bakar sementara wajahnya tertutup topi yang ia pakai]
Mawar : “Lho, kok mas tau
nama saya?”
Pedagang
Jagung : [tambah salting] “Eh, em,
itu mbak-mbak yang cerewet itu kan bilang saya kesini buat siapa.”
Mawar : “Maksudnya?”
Pedagang
Jagung : “Ya, mbak-mbak cerewet itu
tadi bilang kalo yang suka jagung bakar itu namanya Mawar.”
Mawar : “Oh..” [menerima
jagung bakar tsb] “Tapi kenapa suara masnya mirip sama suara temen saya ya?”
Pedagang
Jagung : “Hah, e, masak sih mbak?
Mungkin kebetulan.”
Mawar : “Mungkin juga sih.
Tapi kenapa wajahnya mas ditutupin pake topi gitu? Tenang aja Mas, saya gak
lagi sakit mata kok.” [sambil memakan jagungnya]
Pedagang
Jagung : “Ee, anu, mm, muka saya
gak seganteng Aliando, Mbak.”
Mawar : [tertawa] “Masnya
ada-ada aja deh. Ya gak papalah. Lagian Aliando itu masih kalah gantengnya sama
orang yang saya suka.”
Pedagang
Jagung : “Hehe, ya itu kan beda Mbak.
Memangnya klo boleh tau siapa orang yang lagi mbak Mawar suka?”
Mawar : “Dia sahabat saya
dari kecil, Mas. Tapi…” [murung]
Pedagang
Jagung : “Tapi kenapa, Mbak?”
Mawar : “Dia gak suka sama
saya dan lagian dia udah punya pacar yang cantik, pinter, baik….”[bicaranya
terhenti tiba-tiba]
Pedagang
Jagung : “Siapa bilang aku gak suka
sama kamu...” [keceplosan]
Mawar : [kaget dan heran]
“Sebenernya mas ini siapa sih?”
Pedagang
Jagung : [Bingung] “Saya, ya, e,
dagang jagung mbak. Bukan sia….” [kaget]
Mawar : [sontak melepas topi
pedagang jagung dan terbelalak kaget] “Roman…”
Jrett. Waktu tiba-tiba
berhenti..
Di dalam hati Mawar
bergemuruh. Ia ingin sekali berteriak tapi suaranya seakan-akan tercekat. Ingin
menangis tetapi ia tak mau lelaki yang berdiri di depannya dengan wajah
prihatin itu menjadi semakin sedih dan menganggapnya lemah. Apalagi ia ingin
sekali, benar-benar ingin memeluk Roman dengan erat tetapi sekali lagi, itu
tidak mungkin. TIDAK MUNGKIN!
Sementara Roman, dengan
perasaan yang tidak jauh berbeda, berdiri terpaku melihat wanita sahabat kecil
yang ia akhirnya tau, ia cintai ini terduduk lemah di kursi roda. Roman seakan
ingin memaki dirinya sendiri dengan perasaan yang entah salah atau datang pada
saat yang kurang tepat. Roman tak tau pada posisi mana yang akan ia pilih
sebagai pelabuhan perasaannya yang sedang terombang-ambing ini. Memilih tetap
menjadi sahabat yang diam-diam punya rasa yang lebih atau mengatakan sejujurnya
adalah sesuatu soal pilihan yang paling sulit ia temukan jawabannya. Tapi,
sekali lagi Roman tidak bisa menahan rasanya lagi. IA TIDAK SANGGUP!
Tiba-tiba Roman memeluk
Mawar. Hati kedua sahabat kecil yang saling mencintai ini sama-sama berdebar
kencang. Kencang sekali hingga meleburkan air mata Mawar yang sudah tak bisa lagi
ia bendung.
Roman : “Aku disini, Mawar,
aku datang untuk menjagamu..”
Mawar : [terkejut lalu
melepas pelukan Roman] “Roman?”
Roman : [tersenyum] “Ternyata
di dunia ini ada begitu banyak hal yang terjadi dan tak pernah kita perkirakan
sebelumnya. Dan terkadang itulah yang akan menjadi jawaban dari setiap
persoalan yang sempat membuat bimbang.”
Mawar : “Maksud kamu apa?”
[heran]
Roman : “Aku putus sama
Anjeli.”
Mawar : “Apaa? Kenapa?
Bukannya kamu suka banget sama Anjeli?”
Roman : “Dia dijodohin sama
Papanya dan ternyata ada rahasia yang gak pernah aku tau sebelumnya.”
Mawar : “Rahasia apa?”
Roman : “Ternyata Aku dan
Anjeli punya satu kakek yang sama. Keselnya Bapak gak pernah certain itu ke
aku.” [memasang muka kesal]
Mawar : “What?! Jadi selama
ini kamu gak pernah tau kalau Kakek Boy punya 2 istri? Hahaha…” [terbahak]
Roman : “Kamu tau?” [kaget
dan heran]
Mawar : “Iyalah aku tau.
Pakde Akbar dulu pernah keceplosan ceritain itu ke aku.” [Masih tertawa]
Roman : “Tapi kenapa kamu gak
pernah cerita ke aku? Dan kenapa kamu gak bilang kalo Anjeli itu cucu istri
kedua kakek aku? Apa kamu sengaja biar aku seneng bisa jadian sama Anjeli?”
Mawar : “Iuhh, Kamu jangan GR
dulu deh, kalo soal siapa cucunya itu ya aku gak tau. Pakde Akbar juga gak tau
soal itu. Istri-istri kakek Boy itu kan tinggalnya jauh-jauhan.”
Roman : “Tapi..” [terdiam]
“..sebenernya ada satu hal lagi yang bikin aku setuju untuk putus sama Anjeli.”
Mawar : “Apa?” [mengangkat
satu alisnya]
Roman : “Aku akhirnya tau
perasaan aku buat siapa?”
Mawar : [tiba-tiba jantungnya
berdebar-debar] “S-i-a-pa?”
Roman : [Mendekatkan wajahnya
ke wajah Mawar dan berbisik] “Kamu.”
Mawar : [terbelalak kaget]
“Roman, kamu..”
Roman : “Iya, orang itu kamu.
Mawar, sahabat kecil yang dulunya suka nangis karna aku selalu ngambil
bonekanya. Tapi sekarang aku tau dia wanita yang kuat.” [tersenyum]
Mawar : “Apa kamu ngomongin
aku? Tapi tolong digarisbawahi kalo aku dulu gak secengeng yang kamu kira.”
[memasang muka cemberut]
Roman : “Ohya? Kalo gak
cengeng kenapa ya baju aku basah? Mmm.. ada air bah ya tadi?” [tersenyum dengan
tampang meledek]
Mawar : “Ihhh, Roman gitu
deh…” [masih cemberut]
Roman : “Aku mah gitu
orangnya… “ [tertawa sambil mengacak-acak rambut Mawar dengan lembut.
To be Continued…
Komentar
Posting Komentar