Penulis Kenangan_Cerpen
Penulis Kenangan
Jiwanya
melayang saat bola matanya tertutupi kelopak mata yang terlelap. Ia rasakan
mentari mulai memasuki celah-celah mimpi tentang perjalanan atma di bawah alam
sadarnya. Dan ketika itu mulai memanas, dia sontak terbangun dan memecahkan
mimpi itu menjadi keeping-keping ingatan.
Hari
ini Sakura libur sekolah. Sejak tadi malam Sakura sudah membuat beberapa
rencana untuk mengisi liburannya yang berumur hanya sekali seminggu ini.
Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, Sakura beranjak mandi dan pergi.
“Jadi,
sudah berapa tulisanmu yang diterbitkan?” Putu membaca dengan serius cerpen
yang di bawahnya berisi nama Sakura sebagai penulisnya. Ia tampak tidak
berkedip.
“Kukira
sudah sepuluh cerpen. Dan tadi aku telah menyodorkan tulisaku yang kesebelas.”
“Kenapa
kau tidak mencoba menulis novel? Aku rasa kau punya potensi besar dalam bidang
menulis.”
“Pamanku
sempat menawarkan hal yang sama. Katanya dia punya teman seorang penerbit. Tapi
aku masih perlu berpikir.”
“Mengapa?
Kau pasti akan menjadi penulis hebat, Sakura.”
“Semoga
saja itu memang benar. Setelah ujian terakhir ini aku akan mencoba menulis
novel dan menerima tawaran itu.”
Putu menepuk pundak
Sakura pelan. Ia selalu berusaha membuatnya bersemangat. Bahkan ketika Sakura
kehilangan kakek yang selama ini menjadi satu-satunya orang yang mendukungnya
menjadi penulis.
***
Bulan Maret telah usai. Dan memasuki bulan
baru ini Sakura telah disibukkan dengan launching novel pertamanya di Jakarta.
Hari ini saja Ia harus berangkat ke tempat diakannya launching meski jam masih
menunjukkan waktu lima pagi.
“Sakura? Kau sudah
siap? Seseorang telah menunggumu di parkiran.” Kata Pak Bondan, pemilik
perusahaan penerbitan dan sahabat paman Sakura itu dari balik telepon.
“Iya pak. Sebentar
lagi saya akan turun. Tapi siapa seseorang itu, Pak?” Tanya Sakura seraya
tergesa-gesa memakai sepatu.
“Nanti saja kau
akan tau. Kau pasti mengenalnya.”
“Rahasia lagi?
Baiklah, Pak. Saya akan turun sekarang..”
Sakura mematikan
telepon dan segera menuju lantai bawah. Sampai di parkiran, Ia mengedarkan
matanya pada setiap kendaraan yang parkir disana. Dan sebuah mobil putih
berhenti tepat di depannya. Sang pengemudi kemudian menurunkan kaca mobilnya
dan menyapa Sakura dengan ramah.
“Hai, Sakura?”
Sakura bergeming
sesaat. Memastikan pengemudi pria muda itu. dan ketika memorinya menemukan file
yang sudah sangat lama, hati Sakura terperanjat.
“Kau? Lingga?”
“Untunglah kau
masih mengingatku. Aku sempat khawatir jika kau lupa padaku dan mengira aku
sebagai orang yang SKSD.”
Aku kembali
bergeming. Kemudian berusaha untuk tersenyum menyambut keramahannya yang tak
pernah berubah.
“Sudahlah,Sakura.
Sekarang adalah hari yang penting bagimu. Kau bukan kura-kura lagi kan?”
“Kau? Jadi benar
kau si batu kaku itu?”
“Hahaha… ayolah
Sakura. Ayahku dan semua penggemarmu sudah menunggumu.” Sakura segera masuk ke
dalam mobil dan melesat menuju tempat pelaunchingan. Sampai disana, ternyata
semua orang sudah berkumpul dan menunggunya.
Dan acara launching
buku pertama itu pun berjalan sangat lancar dan menyenangkan.
“Benar kan tebakkanku? Sekarang kura-kura
sudah tidak selambat dulu. Kau hebat, Sakura.” Kata Lingga, melemparkan
senyumnya padaku.
“Kau juga. Batu
kaku sudah belajar untuk beramah tamah kepada setiap orang. Bahkan batu itu
sudah berubah menjadi seorang jendral tampan nan gagah.”
“Kau juga pintar
menyanjung?”
“Bukannya kau yang
mengajariku?”
Linnga tertawa.
Terlihat matanya berbinar seperti ketika Sakura mengajaknya berlomba lari tapi
malah Ia sendiri yang kalah. Dan Lingga terlihat sangat bangga dengan
kemenangannya.
“Mmm… Sakura, aku
ingin mengajakmu makan malam. Kau punya waktu malam ini?”
“Tentu saja. Sudah
lama kita tidak menikmati jagung bakar bersama..”
“Masih jagung
bakar? Mmm.. ya sudahlah, aku jemput kau nanti dan jangan mandi terlalu lama.”
“Siap Komandan.”
Dan Lingga segera
mengantarku kembali ke apartement setelah acara itu selesai. Sakura tampak
sangat bahagia hari ini. “Sepertinya Fortune Cookies sedang berada dalam kotak
makannanku..” ucapnya.
***
“Ma, kura-kura itu apa?” Tanya si kecil, Luna.
“Kura-kura itu
hewan yang punya tempurung di punggungya..”
“Tempurung itu apa,
Ma?”
“Tempurung itu alat
untuk kura-kura berlindung dari musuhnya, Nak.”
“Jadi kalau punya
musuh bisa pakai tempurung dong Ma? Iya kan?”
Sakura tersenyum
melihat betapa polosnya Luna mengartikan tempurung dalam benakknya. Luna memang
selalu ingin tau segala hal yang menyangkut buku dongeng yang sudah Ia bacakan.
Terkadang Luna menanyakan tentang peri gigi yang membantu menumbuhkan gigi yang
lepas atau tentang kancil yang berlari cepat.
“Nah, biar kamu tau
lebih jelas, besok mama ajak kamu liat kura-kura..”
“Benar, Ma?
Horeee…” Luna tampak sangat senang mendengar ajakkan mamanya. Ia
meloncat-loncat kegirangan sampai-sampai tidak tau kalau Ayahnya berada di
belakannya dan menabraknya.
“Ups, ketabrak ya
yah?” ucapnya malu-malu.
“Anak ayah lagi
seneng banget ya sampai loncat-loncat begitu?”
“Iya dong yah, mama
besok mau ngajakin aku liat kura-kura, Yah.”
“Ohya? Ayah gak
diajak nih?”
“Mmm… gimana ya?”
luna tampak berpikir berat. Wajah mungilnya berkerut layaknya seorang dewasa
memikirkan pekerjaannya. Anak ini memang selalu bisa mengekspresikan
imajinasinya dengan baik. Dan itu kelihatan sangat menggemaskan.
“Ajak dong…” pinta
ayahnya sekali lagi.
“Oke deh. Ayah
boleh ikut. Tapi ingat eskrimnya ya yah..”
“Siap Nona.”
Luna memeluk
ayahnya dengan erat. Ia lalu beralih pada Sakura dan juga memeluknya lembut.
“Luna sayang Mama…”
***
-November 2013-
Penulis Kenangan…
Kala aku membuka
mata karena pagi,
Kala jiwaku
menemukan kembali isinya,
Kala jemariku mulai
merangkai semua yang kemarin..
Alunan kata-kata
kudendangkan beriringan,
Bersama untaian
kalimat memori,
Menjalari tiap
baris lembaranku..
Aku melenggangkan
jiwaku kembali,
Pada lirik-lirik
romansa yang kupunya,
Pada belah-belah
mimpi yang kuingat,
Dan setiap nada
yang kulontarkan.
Semua telah
kusatukan dalam cerita ini,
Cerita yang tidak
akan pernah selesai,
Sampai nanti aku
terlelap selamanya…
Baru saja aku selesai menulis hal-hal yang
kualami hari ini. Demi melanjutkan cerita yang belum terselesaikan oleh Sakura,
Ibuku. Bisa dibilang aku memiliki kesenangan serupa dengan Ibuku. Hanya saja,
Tuhan terlalu menyayanginya dan mengajaknya tinggal di atas sana.
Oleh sebab itu, aku bertekad untuk dapat menjadi
seperti ibuku. Menjadi seorang penulis hebat. Menjalani hidup dengan senyuman
ajaib dan mendapatkan akhir yang bahagia…
“Sudah siap?” Tofan
menghampiriku ketika aku baru saja selesai berdandan.
“Tentu saja sudah.
Jadi apa kau mau memberitahuku kemana kita akan pergi sekarang?” tanyaku sambil
menaikkan sebelah alisku.
“Mmm… Nanti pasti
kau tau. Dan aku jamin kau tidak akan kecewa.”
“Really?”
“Of course, honey.
So, we going now?”
Aku menyambut
uluran tangan Tofan dengan senang hati. Hari ini adalah hari ulang Tahunku.
Tofan bilang bahwa ia akan memberikan hadiah istimewa padaku. Tapi seperti
biasa, lelaki itu selalu penuh dengan rahasia.
“Bahwa kau tidak akan menemukan tempat
tujuanmu bila kau hanya berpangku tangan dan hanya melihat gerimis yang mungkin
takkan pernah reda…”
Komentar
Posting Komentar