Cerpen _ TIGA SEKAWAN

 TIGA SEKAWAN
seperti judul diatas, cerita ini menceritakan tentang suka duka tiga orang sahabat.
          Mereka bersahabat sejak kelas 3 SD. Saat itu mereka belum kenal satu sama lain. Mereka baru saling kenal saat mama-mama mereka sepakat untuk membentuk kelompok arisan yang diberi nama “Group of F Three”. Nama tersebut diberikan karena anak-anak mereka namanya semua berawalan dengan huruf F.
          Karena seringnya mereka diajak oleh mama-mamanya untuk ikut ke markas arisan mereka, maka dekatlah mereka. Sampai kini mereka juga telah membentuk kelompok yang bernama “Tiga Sekawan”, seperti orang tua mereka yang sudah terlebih dahulu membentuk kelompok.
Nah, dibawah ini adalah profil dari Tiga Sekawan :
          Yang pertama bernama Friska, ia adalah anggota terbungsu di Tiga Sekawan. Hobinya Cuma makan dan bengong. Plus Friska adalah anggota yang paling lelet di Tiga Sekawan. Karna bobinya yang makan terus, tak heran jika bodynya agak sedikit lain dari yang lainnya.
          Finna adalah anggota yang selalu menjadi penengah di Tiga Sekawan. Karna ia tidak terlalu sulung tapi juga tidak menjadi yang terbungsu. Finna adalah anak yang pintar dan bijaksana. Hobynya adalah membaca buku, khususnya novel dan cerita-cerita lain yang menarik. Tapi, meski ia pintar, ia masih punya kekurangan. Penampilannya sangat sederhana, simple. Dan yang menghebohkan Finna tak pernah punya pacar. Katanya ia ingin focus dulu ke prestasinya walaupun sahabatnya yang lain sudah pernah berganti-ganti pasangan. Finna juga tidak suka shoping atau membuang buang waktu di mall.
          Dan yang tersulung alias tertua di Tiga Sekawan adalah Funny. Orangnya cantik dan hobynya adalah shoping, yang sangat bertolak belakang dengan Finna. Funny selalu berganti pacar jika pergi ke mall. Sudah hampir 10 kali ia pacaran dan akhirnya putus.

          Suatu hari yang cerah, Tiga sekawan sedang asyik berkumpul di kamar Funny karena tengah menunggu mama-mama mereka sedang arisan. Asyik dengan kegiatan masing-masing. Tiba-tiba bel rumah Funny berbunyi. Entah siapa yang datang yang jelas mereka tetap diam. Friska tetap asyik makan sambil nangkring di depan televisi. Finna sedang duduk di dekat jendela dengan santai sambil membaca sebuah novel bersampul biru yang baru dibelinya ketika pulang sekolah. dan Funny, sibuk memijat-mijat tombol handphone-nya alias SMS’an dengan pacarnya sekarang. Yang diketahui bernama Dony kakak kelas di sekolahnya yang menjadi ketua OSIS yang paling digandrungi. Kembali kepada siapa yang datang tadi. Tapi selanjutnya Bi Minah, pembantu sekaligus pengasuh Funny sejak kecil datang mengetok-ngetok pintu kamar Funny. “Non, non Funny..!” jerit Bi Minah. Funny lalu membuka pintu. “Ada apa Bi?” Tanya Funny. “Ini non, tadi ada tukang pos datang bawa surat ini”. Kata Bi Minah sambil menyerahkan sepucuk surat beramplop pink kepada Funny. “ dari siapa Bi?” Tanya Funny lagi. Bi Minah geleng-geleng kepala. “Ya udah, makasih ya Bi!” ucap Funny lalu Bi Minah pun pergi. Spontan Friska dan Finna buyar dari kegiatannya. Funny mulai membaca surat yang baru diterimanya itu.
 Dear Funny…
“ Hay Funn! Gue adalah seseorang cowok yang suka sama lo. Gue udah lama banget mendam rasa buat lo. Gue selalu memperhatikan lo di sekolah. gue tahu lo sekarang udah punya pacar. Gue tahu kesukaan lo apa. Lo suka nasi goreng buatan Bu Desi di kantin sekolah, lo suka pergi ke mall kalo lagi banyak duit. Dan musik kesukaan lo jazz kan?! Gue tahu semua itu karna gue selalu berada satu tempat sama lo! Dan dengan surat ini gue mau bilang kalo gue suka sama lo! Banget!!! And semoga lo juga punya perasaan yang sama kayak gue walaupun lo udah punya pacar! Bye…”  ohya, gue harap lo mau balas surat gue ini!...
From: P.A.  
Setelah membaca surat dari orang misterius itu, Tiga sekawan gempar terutama Funny. Karena surat itu tertuju padanya. “Kira-kira siapa ya yang ngirim surat itu sama lo?” Tanya Friska sambil melanjtukan acara makannya. “Mungkin itu orang yang nge_fans banget sama lo! Sampai-sampai tahu semua kesukaan lo!”  ujar Finna. “Nah, betul banget tuh! Gua aja nggak tau apa musik kesuakaan lo! Gue kira lo suka musik dangdut. Abis di ruang tamu lo Cuma ada kaset Ridho Roma doang!”  “yeee, ngawur lo gue suka musik dangdut. Kaset itu punya bokap gue! Mana mungkin gue bisa suka musik dangdut?!” bantah Funny. “ Tapi soal surat ini, gue jadi binggung.” Kata Funny. “Bingung kenapa?” Tanya Finna. “Soalnya banyak cowok yang suka sama gue. So, gua nggak bisa ngenalin siapa yang ngirim surat ini!”    “yaelaah, PD amat lo!” ucap Friska.
Semuanya lalu melanjutkan kegiatan mereka yang sempat tertunda. Sampai sore harinya Finna dan Friska pulang ke rumah masing-masing yang memang satu kompleks.
Sampai di rumahnya, Finna langsung dicegat adiknya, Boby.
“ Ehh, apa-apaan nih pake dicegat segala? Ada peraturan baru ya?!” Tanya Finna heran. “ Siapa bilang ada peraturan baru. Orang aku Cuma mau kasi tau kalo tadi ada pak pos bawain surat buat kakak!” kata Boby sambil mengemut permen yang dari tadi dipegangnya. “Surat? Dari siapa?” Tanya Finna lagi. “Mana aku tau, kan bukan aku yang dapat surat itu!” jawab Boby. “Trus mana suratnya?” Tanya Finna lagi. “Tuh, di kamar kakak!” Finna lalu bergegas menuju kamarnya. Setelah didapatinya surat itu di atas meja belajarnya Finna lalu mulai membacanya.
          Hay Fin? Apa kabar? Udah lama ya kita nggak pernah surat-suratan lagi. gue kangen banget sama lo. Sama nasehat lo. Sama omelan-omelan lo dan satu lagi, gue kangen banget sama masakan nyokap lo yang enaknya luar biasa itu. gue ingin banget ketemu sama lo. Nggak kebayang banget udah 5 tahun kita nggak pernah ketemu. Ehmmm… kapan-kapan gue boleh nggak datang lagi ke rumah lo? Kalo boleh besok kan hari minggu, gue bakalan datang! Tunggu gue ya! Bye..! salam sama adik lo yang lucu itu! Si Boby!...”
From : Radit   

          Finna tampak sangat senang setelah membaca surat itu. “Wah, asyik, Radit  udah balik dari Australi..” pikirnya. Sambil melompat-lompat diatas kasur saking senangnya. Ia tak sadar bahwa Boby sudah berada di dalam kamarnya itu. “KAK FINNA!!!!! NGAPAIN LOMPAT-LOMPAT SIH?? NTAR AKU BILANGIN MAMA LO KALO KAK FINNA UDAH MULAI STRES GARA-GARA MGGAK PERNAH PUNYA PACARRR!!!....” teriak Boby sekencang-kencagnya. Finna akhirnya berhenti melompat. Ia cepat-cepat turun dan menjitak adiknya yang suka ngadu itu. “Emangnya kakak nggak boleh ya lompat-lompat di kasur. Tau nggak sih, ternyata surat itu dari kak Radit. Masih inget nggak?” Tanya Finna. “Kak Radit?” Boby tampak berpikir keras. Tampak seperti seorang dokter yang sedang berpikir tentang penyakit pasiennya. “Ohhh…. Sekarang aku udah inget siapa Kak Radit itu! Pasti yang dulu suka kesini itu kan? Yang dari dulu Kak Finna taksir!!” ucap Boby. “Ciee, ciee… saking senangnya sampai lompat-lompat segala! Ohya, kak Radit bilang apa aja?” Tanya Boby. “Dia bilang kalo besok dia mau kesini!” jawab Finna.
          Seperti halnya Finna. Friska sehabis pulang dari rumah Funny mendapat sebuah kejutan. Ia juga mendapat sebuah surat. Entah dari siapa surat itu. Tapi setelah dibacanya, Friska jadi tahu siapa pengirim surat itu. Dan isinya kurang lebih begini,
          “Friska, ini gue, sahabat karib lo waktu SD dulu. Apa lo masih inget sama gue? Dan apa lo masih nyimpen semua kenangan kita dulu? Kalo lo Tanya gue soal itu, akan gua jawab, gue masih inget kenangan kita dulu. Walaupun itu udah lama banget. Tapi asal lo tau, gue bakalan inget terus sama semua kejadian, sedih atau senang yang gue alami sama lo! Gue kangen banget sama lo!”
          From: Banu

          Friska tampak menngingat-ingat siapa itu Banu. “ohya, gue inget sekarang!” kata Friska. Ia lalu pergi ke kamarnya. Kemudian mengambil sesuatu berbentuk kotak. Didalamnya ternyata berisi semua benda-benda lamanya. Boneka kelinci yang lapuk. Warnanya sudah tak bisa ditebak. Dan sebuah kotak kecil warna merah pudar. Friska lalu membuka kotak kecil itu. Isinya adalah sebuah cincin dari akar tanaman kering. Friska lalu mencoba memakai cincin itu. Tapi sayang, cincin itu tidak muat lagi di tangannya. Friska pun duduk di atas kasurnya. Dengan hati yang berdebar-debar, Friska membayangkan bagaimana wajah sahabat penanya itu sekarang.

@@@

          Hari yang sangat cerah. Seperti biasa di hari Minggu, Tiga Sekawan, Friska, Finna dan Funny berlari-lari santai di sekeliling taman. Mereka sering melalukan kegiatan itu. Setiap kali mereka jogging, pasti membicarakan topic yang sama yaitu soal penataan taman yang kurang mereka sukai. Tapi hari ini, mereka berbicara tentang hal lain.
          “Ehh, kemarin yang dapat surat bukan lo aja Fun! Gue kemarin dapat surat dari sahabat gue waktu kelas 1 SD!” kata Friska pada Funny dan Finna. “Sahabat SD? Siapa?” Tanya Funny. “Itu lho, yang pas gue dihukum, dia yang beliin gue minum itu!” jawab Friska. “Siapa ya?” Funny dan Finna tampak bingung. Tapi beberapa detik kemudian mereka lalu berteriak bersamaan. “Si Banu culun ya?!” kata Funny dan Finna serentak. Friska kaget. “iihhh, kok culun sih?! Dia itu macco tau!!” bantah Friska. “ Macco apanya? Cowok culun kayak gitu sibilang macco!” kata Funny. “ohya, BTW gue kemarin juga dapat surat lho!” kata Finna. “Dari siapa?” kini Friska dan Funny yang bertanya serempak. “Dari Radit!” jawab Finna dengan malu-malu. “wahh, yang bener lo? Radit kan yang waktu itu juara basket SMP itu kan?” Tanya Funny penasaran. Ia memang mengenal Radit. Teman mereka dulu waktu SMP. Funny pernah naksir sama Radit. Tapi entah kenapa Radit malah menyukai Finna. Karena hal itu, persahabatan Tiga Sekawan pernah tercerai berai. Tapi kini mereka telah saling mengerti bahwa cinta tak bisa dipaksakan. “Iya, Radit yang dulu lho taksir!” ujar Finna tanpa maksud menyindir. “aahh, itu sih dulu! Sekarang kan gue udah punya yang lain. Yang akan selalu ada di samping gue!” kata Funny bangga memiliki Doni. Pacarnya sekarang. Ehh, tunggu dulu, ngomong-ngomong soal surat gue pulang duluan ya! Soalnya nanti Radit mau datang. Gue harus siap-siap nih!” kata Finna. Ia lalu berpisah dengan teman-temanya dan pulang dengan terburu-buru. “Kalo berdua gini, rasanya gak abdol! Mending kita pulang juga! Yukk!!!” ajak Funny. Mereka berdua lalu pulang ke rumah masing-masing.
          Di rumah Finna sedang sibuk menyiapkan baju untuk menyambut Radit. Agar terlihat cantik ia mempermak sedikit dandananya. Sehingga terlihat agak berbeda. Bel rumah berbunyi nyaring. Finna cepat-cepat membereskan kamarnya dan berkaca sekilas. Siiip! Batinnya. Ia lalu turun dan membukakan pintu untuk Radit. Deg.. Finna jelalatan. Ia tampak gugup. Dilihatnya Radit membawa sebuah kotak kecil biru abu-abu. Setelah mempersilahkan Radit masuk dan duduk. Obrolan mereka diawali dengan, “ ehmm… Dit, lo mau minum apa?” Tanya Finna agak sedikit grogi. “Apa aja deh!” jawab Radit. Finna pun segera pergi ke dapur dan beberapa saat kemudian ia datang dengan segelas minuman untuk Radit. “Silahkan!” ucap Finna. Radit tidak langsung meminum suguhan yang diberikan. Tapi pertama-tama mereka berbasa-basi. “Ehmm, Fin, lo sekarang tambah cantik deh!” puji Radit. Finna pun tersipu. Pipinya memerah. “Thank’s!” jawab Finna. “Ohya, BTW lo kenapa bisa pulang ke Indonesia??” Tanya Finna. “Ehmm, kebetulan sekolah gue diasana lagi liburan! Makannya gue ke Indonesia.” Jawab Radit. “Juga… gue kangen banget sama lo!” sambungnya. Finna semakin memerah. “Ahh, lo bisa aja!” respon Finna. “Gue beneran kangen sama lo. Ehmmm, ohya, gue punya oleh-oleh buat lo! Nih!!” Radit menyerahkan kotak kecil biru abu-abu itu kepada Finna. Finna dengan malu-malu menerimanya. “Boleh dibuka sekarang??” Tanya Finna. Radit hanya mengaggukkan kepalanya. Finna pun bergegas membuka hadiah itu. Dengan penasaran dan jantung berdebar. Finna mulai membukanya. “Wahhh, gantungan kuncinya lucu banget! Thanks ya!” sorak Finna. Ia sangat senang menerima hadiah itu. “Ini juga buat lo!” Radit menyerahkan sebuah novel kepada Finna. “Lo masih suka baca novel kan?” Tanya Radit. “Ya masihlah! Gue nggak akan ninggalin hobi gue yang satu itu!” ucap Finna. Wajahnya tampak berseri-seri. Setelah acara pemberian oleh-oleh itu (lebay!) mereka berbincang-bincang asyik tentang kegiatan dan keseharian mereka sebelum bertemu. Dan sampai sore menjelang Radit pun pamit pulang. Finna sangat bahagia hari itu. Sampai malam pun ia tetap bahagia.  

@@@
         
          Malam yang indah dirasakan Friska hari ini. Dengan dress warna pink kesukaannya ia duduk sambil bersiul-siul di teras depan rumahnya. Friska sedang menunggu kedatangan seseorang. Banu. Ya, teman akrabnya sewaktu SD. saat sedang asyik membayang rupa Banu bagaimana sekarang. Seseorang datang. Ternyata orang itu adalah Bi Ijam. Pembantu rumah Friska. “Non, Non Friska!” kata Bi Ijam menyadarkan Friska dari lamunannya. “Ihhh… ada apa sih Bi! Orang lagi enak ngelamun juga! Arghh!..” Friska kesal. Lalu memasang wajah suntuk. “Ehmm… maaf non Friska! Bukannya saya mau ganggu lamunan Non Friska. Tapi saya Cuma mau ngasih tau kalo tadi ada telpon dari orang!” kata Bi Ijam. Nyeroscos. Friska spontan bertanya. “Dari siapa Bi??”Tanyanya. “Katanya sih namanya Banu!” jawab Bi Ijam polos. “APA????!!!!!!!!!!” jerit Friska. “Kok bibi nggak bilang-bilang sih! Arrhgg…!” Friska semakin kesal. Ia lalu bertolak menuju ke kamarnya dengan langkah kasar. Di kamar Friska mengambil Hpnya dan mengetik sebuah pesan pendek lalu mengirimkannya ke nomor Banu. Beberapa detik kemudian, pesan balasan datang dari Banu. Setelah membaca pesan itu Friska tampak semakin kesal dan sedih. Ia kecewa karna Banu tidak jadi datang. Dan ia terus menangis sampai bantalnya basah total kena air mata atau bisa jadi ilernya. J
@@@
          Di sekolah…

          Funny, Finna dan Friska  duduk-duduk di kantin sekolah sambil mencicipi makanan masing-masing.
“Eh, tau gak sih…” kata Finna membuka pembicaraan.
“Kagak” celetuk Friska sebelum Finna menyelesaikan ucapannya.
“Iihh… Lo kenapa sih, Fris? Gue belum selesai ngomong tau”
“Emang apaan yang mau lo bilang, Fin?” Tanya Funny menengahi.
“Gue kemarin udah ketemu sama Kak Radit. Gue seneng banget. Apalagi dia ngasi gue oleh-oleh lho..”
“Huff…. Lo sih bisa seneng ketemu sama kak Radit. Tapi gue? Gatot”
Friska Nampak kesal mengingat kejadian kemarin malam. Ia masih sangat kecewa dengan kebatalan Banu menemuinya. Matanya pun masih terlihat sembab akibat menangis semalaman.
“Gatot? Maksud lo?” Tanya Finna.
“Banu kemarin gak jadi datang ke rumah gue.” Jawab Friska dengan wajah muram.
“Hah? Kok bisa?” kali ini Funny yang penasaran.
“Entahlah. Dia gak bilang alasannya. Dan gue galau berat hari ini.”
“Cupcupcup….. Mungkin Banu punya urusan penting mendadak.”
“Tapi gue udah berharap banget kalo dia bisa datang kemarin.”
“Iya, gue tau. Mungkin kemarin bukan saatnya lo bisa ketemu sama Banu. Anytime, maybe..”
Finna dan Funny berusaha menenangkan Friska yang hampir ngamuk. Terlihat sekali di wajah Friska kekecewaan yang amat besar. Tapi, mau gimana lagi? Waktu berkehendak lain…
^^^

Sejak saat mereka bertemu, Finna selalu rajin mengunjungi toko buku faforitnya. Tetapi kali ini bukan bersama dua sahabat ataupun adiknya, Boby. Finna sering pergi bersama Radit. Hubungan mereka pun menjadi semakin dekat. Namun di sisi lain, hubungan Finna dengan dua sahabatnya menjadi semakin renggang karena ia terlalu sibuk menghabiskan waktunya sepulang sekolah bersama Radit. Di sekolah pun Finna tampak sering memegangi Handphone-nya dan sms’an dengan Radit.
“Lo kemana aja sih kemarin, Fin?” Tanya Friska saat menemui Finna di ruang kelas.
“Gue ke taman sama Kak Radit. Emangnya kenapa?”
“ Funny hampir bunuh diri kemarin gara-gara liat Doni gandengan sama cewek lain di mall.”
“Hah? Terus?”
“ Untungnya gue buru-buru datang nenangin dia.”
“Kenapa lo gak kasih tau gue?”
“Gue udah berusaha nelpon ke handphone lo tapi bukannya lo yang ngomong malah si nyonyah operator yang cerewet. Trus gue hubungi ke rumah lo, kata Boby lo ga ada di rumah.”
“Eh, kemarin HP gue lowbatt. Trus dimana Funny sekarang?”
“Dia gak masuk sekarang. Nyokapnya khwatir kalo dia liat Doni, dia bakalan tambah sakit lagi.”
Finna terdiam. Begitupun Friska. Suasana dalam kelas seketika hening. Hanya terdengar tepakkan sepatu orang-orang yang lalu-lalang di luar kelas.
“Gue rasa lo udah berubah, Fin.”
“Maksud lo?”
“Lo sekarang jarang ketemu sama gue dan Funny. Bahkan kegiatan yang sering kita lakuin bareng lo jarang ikut. Biasanya kan lo yang paling semangat.”
“Maaf…”
“Kenapa minta maaf?”
“Gue sadar, gue terlalu sibuk sama Kak Radit sampai-sampai gue lupa sama sahabat gue sendiri.”
“Lo gak salah. Lo punya hak kok buat ngerasain gimana rasanya cinta.”
“Cinta?? Gue gak lagi jatuh cinta.”
“Lha, trus? Hubungan lo sama Kak Radit?”
“Kita Cuma sekadar temen deket. Gak lebih. Tapi mungkin aja sih gue punya sedikit rasa sama dia, tapi gue masih belum bisa nerima dia.”
“Why?”
“Gue gak mau sembarangan milih cowok. Gue gak mau kayak Funny.”
“Mmm… Lo bener juga, tapi salah juga.”
“Salahnya apa?”
“Lo bikin Kak Radit jadi tukang sabar tau gak.”
“Hahaha…. Lo bisa aja.”
“Ohya, ntar gue mau ke rumahnya Funny, lo mau ikut?”
“Of course. Gue mau nasehatin dia.”
“Waduhhh…. Kalo gue nanak nasi bisa mateng abis lo nasehatin Funny.”
“Lho kok gitu?”
“Lo kalo ngasi nasehat suka kayak jalan raya di depan tuh. Pannjjaaaanggggg buanget.”
Mereka serentak tertawa terbahak-bahak. Sependek kata maaf jika diucapkan dengan ketulusan yang besar pasti akan berbuah pada penerimaan kembali oleh tali-tali yang sempat terputuskan keadaan. Persahabatan menjadikan sebuah kehidupan itu bermakna.
 ^^^

          Matahari seakan tidak lagi bersinar hari ini. Dunia menjadi gelap tanpa setitikpun cahaya dari langit. Meskipun tidak ada hujan turun dari pagi sampai sore ini, tapi mata Funny selalu saja basah oleh cucuran air mata yang terus mengalir membasahi pipi dan bantalnya.
“Gue gak nayngka loe tega selingkuh di belakang gue, Doni. Gue BENCI SAMA LOE, DON. BANGET..”
Funny berteriak sekencangnya sampai-sampai Friska dan Finna mendengar teriakkan itu dari luar kamarnya merasa terkejut. Merekapun cepat-cepat menuju kamar Funny untuk memastikan bahwa Funny tidak mencoba bunuh diri lagi.
“Fun? Loe ga knapa-knapa kan?” Tanya Friska panic.
“Funny, Loe baik-baik aja kan? Funny??”
Tangisan Funny meledak. Ia tampak seperti anak kecil yang kehilangan mainannya. Friska dan Finna tampak iba melihat kondisi sahabatnya yang sedang patah hati ini.
“Gue sakit hati, Fin.”
“Iya, gue tau loe lagi sakit hati berat. Tapi gak harus kayak gini caranya.”
“Finna bener, Fun. Kalo loe sedih terus-terusan kayak gini masalah loe gak bakalan selesai.”
“Trus gue harus gimana? Gue udah terlanjur sakit.”
“Mmm… mendingan loe tenangin diri loe dulu. Tarik nafas loe dalam-dalam dan berhenti menangis.” Finna mencoba menenangkan suasana hati Funny. Layaknya seorang psikiater, Finna mulai berkata,
“Fun, loe itu cantik. Loe punya banyak fans yang mungkin lebih baik dan lebih ganteng dan tentunya lebih setia daripada Doni, si tupai kabel itu. Gue yakin, kalo loe emang bener-bener pengen nemuin cinta sejati yang bener-bener loe sayang, loe pasti akan nemuin cowok yang pantas buat cinta loe.” Finna menarik nafas dan menghembuskannya kembali. Di lain pihak, Friska telah membuka kaleng biscuit yang dibawanya dari rumah dan melahapnya satu persatu seraya kembali bersiap mendengarkan ceramah Finna. Sedangkan di lain pihak yang sedang mengalami goncangan dasyat karena patah hati tetap menahan nafasnya sampai beberapa menit kemudian.
“Fun, loe knapa?” Finna kembali panic melihat wajah Funny yang mulai memucat.
“Boleh gue menghembuskan nafas sekarang?”
“Hah? Jadi loe nahan nafas loe dari pertama gue ngomong?”
Funny mengangguk sambil terengah-engah.
“Loe ternyata sama persis kayak Mr. Bean ya?”
“Maksud loe?”
“Sama-sama bego.” Finna tertawa diikuti Friska yang mulutnya masih penuh dengan biscuit.
“Isss… Dasar loe.”
“Gimana suasana hati loe sekarang?”
“Better. Nice words, guys. Thanks.”
“Never mind. It’s my pleasure to help you. Kita kan Tiga Serangkai.”
“Jadi ceramahnya udahan nih?” celetuk Friska.
“Mau gue lanjutin?”
“Eh, kagak usah deh. Stok biscuit gue udah habis soalnya.”
“Yaelahh…. Loe ini makan terus yang diurusin. Dasar.”
Mereka serentak tertawa, merasakan bahwa matahari telah kembali ke dunia dan menyinari hati Tiga sahabat ini. Sehingga semua yang sedari tadi gelap gulita kini menjadi terang seterang lampu senter. Meskipun faktanya sekarang adalah malam hari. :D
Kata-kata sependek atau sepanjang apapun jika diucapkan dengan tulus dan penuh dengan kasih sayang pasti akan menghasilkan respon yang baik dari lawan bicara yang setia mendengarkannya.
^^^


Pagi yang Cerah untuk Friska…

          Sekitar jam 6 tadi Friska sudah selesai membersihkan tempat tidurnya. Bi Ijam pun sampai kaget ketika melihat keadaan kamar Friska yang sudah rapid an bersih.
“Bibi gak usah lagi repot-repot bersihin kamar aku ya tiap pagi.” Kata Friska seraya bergaya di depan kaca.
“Lho, emangnya kenapa, Non? Saya kurang rapi ya rapiin kamar Non Friska? Atau saya dipecat ya?” Bi Ijam mulai terlihat takut.
“Hah? Dipecat? Bibi, aku gak mungkin pecat Bi Ijam. Lagian selama ini aku kan gak pernah protes soal kinerja Bi Ijam. Bibi tenang aja deh.” Sahut Friska senyum-senyum.
“Nah trus, kok tumben Non Friska mau bersihin kamar sendiri hari ini?”
“Ya, aku gak mau aja terus-terusan jadi anak manja. Aku pengen jadi anak yang mandiri, Bi.”
“Wah, beneran Non pengen jadi anak mandiri? Bapak pasti seneng dengernya, Non.”
“Ya benerlah, Bi. Aku janji mulai sekarang aku bakalan jadi anak yang mandiri. Cemunguuttt Friska…”
“Hah? Apaan tuh cemungut, Non?”
“Iss, Bibi ini. Cemungut itu artinya semangat, Bi.”
“Oh, ya sudah deh, Non. Cemunguuttt juga dari Bi Ijam.”
“Hahaha…. Bibi bisa aja deh. Thanks.”
          Bi Ijam pun mohon diri dari kamar Friska. Dan Friska masih sibuk memeriksa penampilannya yang sudah nyentrik pagi-pagi. Friska pun langsung keluar kamarnya dan menemui Mama dan Papanya yang sedang menikmati sarapan.
“Lho, Fris, mau kemana pagi-pagi begini kok sudah dandan?” Tanya Mamanya terheran-heran.
“Aku mau jogging, Ma.”
“Sama Finna dan Funny?”
“Mmm…. Kasih tau gak ya?”
“Iss.. Friska, kasih tau mama dong.”
“Mama kepo banget deh. Udah ya, Ma, aku mau pergi ke taman dulu. Sarapannya ntar aja deh. Bye Mom.”
“Lha, Papa gak di cipika cipiki juga nih?”
“Oh, iya. I’m forget, Dad. Bye All…”
          Setelah berpamitan, Friska pun beranjak pergi ke Taman tempat dimana Ia dan Tiga Sekawannya, Finna dan Funny sering berolahraga. Tapi hari ini, Friska tidak sedang janjian jogging dengan dua sahabatnya itu, tetapi ia telah janjian bertemu di tempat itu dengan seseorang yang special. Yaps. Banu. Orang yang ditunggu-tunggunya waktu malam kemarin tapi tidak kunjung datang. Dan kini, Banu mengajak Friska ketemuan di taman kompleks.
          Mendekati taman, Friska semakin merasa deg-degan. Ia kembali memeriksa penampilannya. Dengan bawahan ketat panjang warna Biru muda dan atasan tang-top warna Pink, sepatu olahraga warna putih, dan sebuah handuk kecil yang ia kalungkan di lehernya. Ia sudah siap untuk berolahraga, lebih spesifiknya olahraga bersama Banu. Dan ketika sampai di taman, Friska melihat sekeliling. Mencoba mencari-cari sosok yang ia nantikan. Tapi, sosok itu lagi-lagi tak ditemuinya disini. Akankah Banu lupa atau berhalangan hadir lagi? Friska mulai cemas. Ia lalu duduk di sebuah bangku taman yang jaraknya tidak jauh dari tempat ia berdiri tadi.
          Gelap. Seketika pandangan Friska jadi gelap. Matanya tertutupi oleh sesuatu. Ya, sesuatu yang taka sing baginya. Yang menutupi matanya adalah sebuah telapak tangan. Tangan seseorang yang ia tau. Bau tubuhnya pun ia tau benar.
“Banu? Apa itu kamu?”
Seperti telah mengucapkan sebuah kata kunci ajaib, tangan itu melepaskan mata Friska yang tertutup tadi.
“Banu? Jadi kamu beneran Banu?”
“Hey, Fris, gak usah kaget kayak gitu lagi. Iya, gue emang Banu. Kenapa?”
“Gue Cuma gak nyangka akhirnya bisa ketemu loe disini, Nu.”
“Gue kan udah janji sama loe, Fris. Maaf soal malam itu, gue batal ketemu sama loe.”
“Udahlah, itu udah lewat. Yang jelas sekarang kita udah bisa ketemu kan?”
“Ohya, gue punya sesuatu buat loe.” Banu menyerahkan sebuah kotak kecil warna pink kepada Friska.
“Apaan nih? Boleh gue buka sekarang?”
“Ok, buka aja.”
          Friska lalu membuka kotak itu dan melihat isinya yang ternyata adalah sebuah gantungan kunci lucu berbentuk tokoh Doraemon.
“Loe masih suka sama Doraemon kan?”
“Ya masihlah… gue gak mungkin bisa gak suka lagi sama Doraemon.”
“Loe ternyata gak berubah ya? Masih lucu kayak dulu.”
“Ah. Loe bisa aja deh.” wajah Friska seketika menjadi merah merona. Jantungnya pun semakin dag-dig-dug tak menentu. OMG, what’s wrong?
“Thanks ya buat hadiahnya.”
Friska hanya tersenyum malu. Banu pun juga berlaku sama. Mereka tampak seperti dua burung kasuari yang baru bertemu setelah 1 abad tidak bertemu. <Hah?>”

“Cinta, ya cinta itu terkadang bisa membuat hati menjadi hancur dan terasa sangat perih. Tapi selama kita percaya bahwa cinta itu adalah anugrah terindah yang Tuhan berikan kepada makhluk di dunia, maka Cinta pasti akan menghasilkan buah yang manis dan menghembuskan angin kesejukkan hingga menenangkan hati para penikmatnya.”
^^^

Saat itu datang…
         
“Ma, Finna boleh curhat gak sama mama?”
“Tentu boleh dong sayang. Curhat tentang apa?”
“Mmmm…. Tapi mama jangan ngeledek ya?”
“Hmm… kayaknya mama tau nih apa yang mau kamu curhatin.”
“Apa?”
“Kamu lagi jatuh cinta ya?”
“Iss… mama apa-apaan sih?”
“Tuh kan bener. Pipi kamu merah tuh.”
“Iya, aku lagi suka sama seseorang.”
“Siapa dia?”
“Kak Radit, ma. Tapi waktu dia nembak Finna, aku gak bisa jawab apa-apa.”
“Lho, kenapa? Kamu ragu sama perasaan kamu?”
“Iya, aku gak mau salah nerima cowok.”
“hmm… Finna, kamu persis banget sama mama dulu. Waktu itu papa kamu juga mama tolak berkali-kali. Sampai akhirnya papa kamu bikin poster gede banget yang dipasang di depan sekolah. Mama malu waktu itu, tapi ujung-ujungnya mama juga tunangan dan menikah sama papa kamu.”
“Kenapa mama bisa nerima papa?”
“Mama gak tau yang sejelas-jelasnya apa. Tapi yang jelas, setiap mama ada di samping papa kamu, rasanya gimana gitu. Sama kayak yang kamu rasain sekarang.”
          Finna terdiam. Di dalam otaknya sedang berproses sebuah tanda-tanya besar. Dia memang menyukai Radit. Tapi di sisi lain ia tidak ingin bernasib sama seperti Funny. Bagaimana tidak, Radit adalah yang dulunya adalah mantan pemain basket yang paling popular dan paling digandrungi oleh cewek-cewek di sekolahnya. Dulu, Finna pun juga tak pernah berpikir bahwa ia bisa dekat dengan Radit. Jangankan dekat, berpapasan dengan Radit pun Finna tak berani menoleh. Ia selalu menunduk dan kadang berkedok membaca buku yang ia bawa tanpa sadar akan orang-orang yang berseliweran di sekitarnya dan satu lagi, waktu itu Finna juga tidak menyadari bahwa orang-orang yang berdiri di dekatnya sedang memperhatikannya karena heran melihat Finna bisa membaca buku yang terbalik. :D
“Fin? Kamu lagi mikirin apa? Kok bengong?”
“Eh, gak kok. Finna Cuma ngebayangin aja gimana mama sama papa dulu. Lucu deh.” :>
‘Ya udah kalo gitu. Mendingan kamu habisin dulu jus kamu lalu tidur ya, Udah malem. Mama mau ngecek isi kulkas dulu.”
“Oh, OK, Mom.”
Finna pun segera meneguk habis jus jambu yangmasih setengah gelas. Finna pun beranjak ke kamarnya dan melanjutkan mimpinya yang terpotong oleh sutradara tadi pagi.

Hhh… Well, Dream is never flat. ~_~
^^^

Doni dan Funny bertemu lagi…

          Saat itu cahaya matahari tak kelihatan baik. Sepertinya mentari masih sakit demam karena kemarin langit tak berbeda  dengan hari ini. Tapi meskipun mendung kelam sudah siap menurunkan hujan dan memukul Guntur, tetapi lain halnya dengan Friska. Ia terlihat begitu bersemangat. Sangat berbeda dengan keadaannya yang pernah mencoba bunuh diri itu. dengan badan yang sudah bersih disiram air shower yang sejuk, dan berdandan rapi dengan pakain putih abu-abu, Friska siap berangkat ke sekolah. Dengan menyunggingkan senyum tanpa beban, Friska berjingkrak-jingkrak keluar kamarnya. Sambil bersiul-siul ia menyapa mama dan papanya yang sedang menikmati sarapan. Sontak saja, mama dan papanya saling berpandangan dengan ekspresi heran. Seperti ekspresi Squidqwat saat melihat kegilaan Spongebob. Hahaha…..
Dengan wajah suminggrah bak ratu Eliza-kesambet Funny menuruni tangga satu persatu. Dan, jegubrukkk….. Funny terpeleset kulit pisang yang entah datang dari mana.
“Adccuhhhhh….” Teriak Funny kesakitan.
Beberapa detik mama dan papanya tetap bertahan pada ekspresinya yang heran. Tapi mereka segera sadar ketika Funny kembali berteriak.
“Waduhh, anak mama kenapa? Sakit ya?”
“Aduch, mama, jelas-jelas Funny kepleset dari tangga, sakit banget, Ma.”
“Abis siapa suruh kamu jalan gak liat-liat. Senjata makan tuan deh.”
<seketika film berhenti dan berputar mundur dengan cepat pada kejadian semalam. Jadi ceritanya, Funny sedang menyelesaikan tugas sekolahnya yang ia lupakan. Padahal itu harus dikumpul besok jadi Funny pun berpacu dengan waktu mengerjakan tugas yang seabrek itu. di tengah perjalanan pengerjaan PR, cacing di perut Funny demo. Ia baru ingat kalau sedari siang ia tak sempat makan karena sibuk mengerjakan tugasnya. Jadi pas malam itu, waktu sudah menunjukkan pukul 9, karena kelaparan Funny memutuskan untuk menghentikan proyek PRnya sejenak dan mengambil segelas jus jeruk, roti tawar lengkap dengan selai kacangnya dan buah faforitnya, pisang. Saat menaiki tangga, Funny melahap satu persatu pisang yang ia bawa dari dapur dan membuang kulitnya sembarangan. ‘Hh, sejelek-jeleknya sodara kita yang paling doyan makan pisang, ia lebih tau untuk membuang kulitnya pada tempat yang disediakan. Contohnya: di bawah kandangnya, di antara semak-semak, di bawah daun-daun yang berguguran, di dalam perutnya atau di bawah topi pengurus kebun binatang Ragunan.>
:D Film kembali berjalan normal…. >>

“Ya udah deh, Ma. Aku berangkat sekolah dulu. Biar di sekolah aja sarapannya. Good bye All..”
Funny berpamitan dengan kedua orang tuanya sambil tetap memegangi pinggangnya yang masih nyeri. Huhh, dasar.

Di sekolah,
Dengan senyum dan pinggang sakit yang ia bawa dari rumah, Funny berjalan menuju kelasnya. Finna dan Friska yang setia menyambutnya menjadi heran dan kaget.
“Loe kenapa, Fun?” Tanya Finna.
“Pinngang loe encok apa rematik?” Friska menambahkan.
“Enak aja loe bilang gue encok. Emang umur gue tua banget ya?”
“Lha, trus?”
“Tadi gue kepleset dari tangga gara-gara nginjek kulit pisang.”
“Hah? Kulit pisang? Ada-ada aja loe.”
“Achh, ya udah lah. Gue mau ke kelas dulu.”
“Ya udah, kita tunngu di kantin ya. GPL.”
“Sip bOzz..”
          Funny berjalan menuju kelas dengan tetap pada gayanya yang encok. Senyum ratu Eliza-kesambet-nya kembali ia pamerkan kepada orang-orang yang ia temui dalam perjalanan ke kelas. Dan seperti mama dan papa Funny di rumah, orang-orang sekolah pun ikut memasang tampang Squidsquat. “_”
Sesampainya di kelas, Funny duduk sekejap, memasukkan tasnya ke laci meja dan berdiri lagi. Beranjak keluar kelas menuju kantin.
Dengan berjalan santai, Funny menyusuri lorong sekolah yang tiba-tiba terasa sepi. Dan ketika hendak melewati toilet sekolah, Funny merasa cemas. Bulu kuduknya seketika berdiri. Ya, berdiri karena angin pagi itu begitu dingin. <Loe inget kan setting hai ini adalah MENDUNG.>
Tiba-tiba terdengar sebuah suara dari arah toilet.
“Funny…”
Sontak Funny melihat kearah toilet. Tapi tak ada orang disana. Funny semakin merasa takut. Ia melangkahkan kakinya dengan lebih cepat dan akhirnya sampai di kantin.
“Loe kanapa lagi, Fun?” Tanya Finna semakin heran melihat tingkah sahabatnya ini hari ini.
“Ternyata toilet sekolah kita beneran ada penunggunya.” Kata Funny dengan ketakutan.
“Hah? Penunggu? Ah, loe ada-ada aja deh.” Friska tak percaya.
“Suerr deh. Tadi gue lewat sana dan tiba-tiba gue denger suara manggil-manggil nama gue.”
“Hah? Ini ciuss?? Gue jadi takut nih.”
“Tapi itu mungkin fans loe yang ngumpet di toilet kali.”
“Ah, gak. Gue yakin toilet itu ada penunggunya. Serem deh.”
“Ya udah, jangan tambah nakut-nakutin deh. Perut gue udah laper setengah mati nih nungguin loe.” Umpat Friska.
“Hehe.. iya deh. Gue minta maaf buat kalian nunggu.”
“Buk, kayak biasa ya.” Teriak Funny kepada Bu kantin. Dan tak lama kemudian Bu kantin pun datang dengan membawa tiga mangkuk mie ayam untuk Tiga Sekawan.  
“Permisi, sorry gue ganggu acara makan kalian.” Sebuah suara terdengar tak biasa memecah keheningan makan Tiga Sekawan.
“Doni?” pekik Friska. Mie yang ia lahap keluar secara mendadak. Finna lalu segera mengambilkan air putih untuk Friska  yang keselek sendok mie ayam. ^0^
“Funny, bisa gue ngomong berdua aja sama loe?”
“Mau ngomong apa? Gak bisa ngomong langsung disini aja?”
“Gue mohon, Fun.”
“Gue gak bisa.”
“Tadi yang manggil loe di toilet itu gue. Gue malu ketemu sama loe, Fun.”
“Apa? Loe kurang kerjaan ya ngumpet di toilet?”
“Gue malu, Fun. Gue nyesel udah buat loe sakit hati. Gue minta maaf.”
“Enak banget loe minta maaf ke gue? Loe kira segampang itu apa?”
“Ok, gue tau gue salah besar udah nyakitin loe. Tapi itu karna terpaksa. Gue dijodohin sama orang tua gue. Gue sayang sama loe, Fun.”
          Seketika suasana menjadi sunyi senyap. Semua diam tanpa bergerak. Seperti sebuah film yang di pause tiba-tiba saat terjadi shoot action. Yang berbeda hanyalah tidak adanya adegan slow motion. :D
“Funny, gimana? Loe mau gak balikan sama gue lagi? Jadi pacar gue lagi?”
Funny tampak berkeringat dingin. Di otaknya berkelebat banyak hal. Jika ia mengiyakannya, sakit hati yang ia rasakan samapi membuat pikirannya buntu masih sangat perih dirasakannya. Namun di sisi lain Funny masih sangat menyayangi Doni. Jadi apa yang harus ia katakana?....
<Krikk, krikk, krikk…> 
“Ok, gue bakalan kasih loe kesempatan kedua. Tapi, gue punya beberapa syarat yang harus loe penuhi.”
“Bener? Gue bakalan penuhi apapun syarat yang loe kasih ke gue. Asalkan loe mau jadi pacar gue lagi.”
“Well, syarat yang pertama, loe harus minta naaf sama semua mantan-mantan loe sebelum gue. Minta maafnya harus tulus ya. Dan cewek-cewek itu harus maafin loe 100 persen.”
“Yang kedua, loe harus bantuin Tiga sekawan menggalang dana buat bantuin anak-anak panti asuhan milik Bokapnya Finna sekaligus rayain ulang tahun gue.”
Funny tersenyum-senyum. Seakan masih banyak rencana yang akan ia buat.
“Hah? Seriusan? Loe mau ngerayain ultah loe dip anti bokap gue?”
Finna tertegun. Selama ia mengenal Funny, ia tak pernah sesekali ingin berurusan dengan anak-anak panti itu, kecuali jika mama-mama Tiga sekawan mengadakan acara disana. Dan so pasti Finna, Funny dan Friska mau gak mau harus ikut meramaikan acara itu. Jika dalam acara itu Finna senang karena ia memang sering ke panti itu, dan Friska teramat bahagia karena ada banyak makanan yang disuguhkan disana. Dan Funny? Coba cari saja anak itu di kebun belakang panti. Pasti ia disana sambil memegangi handphone-nya. Kalo loe Tanya dia lagi ngapain, dia bakalan jawab, “Ah, ganggu aja loe. Gebetan gue nelpon nih. Ntar gue nyusul deh.”
Kata-kata ‘ntar gue nyusul deh’ itu baru berlaku jika acara itu sudah hampir selesai. Setidaknya selagi yang lainnya istirahat setelah bersih-bersih.

Kembali lagi ke topik, Finna masih tertegun saat Friska datang dari toilet.
“Gue ketinggalan adegan apa nih?” Tanya Friska cengengesan.
“Adegan? Emangnya lagi syuting apa?”
“Ya, siapa tau lagi syuting dadakan.” Friska tak mau kalah. Seisi kantin bersorak.
“Yee… pada kenapa sih nyorakin gue. Gue kan Cuma mau tau.”
“Ya udah deh. Ntar gue certain lagi ke loe. Sekarang liat aja kelanjutannya. Ntar cepet bersambung tuh.” Ujar Finna.
“Gue sadar, Fin, sikap gue selama ini emang keliru. Jadi mulai sekarang gue mau ubah sikap gue menjadi lebih baik.”
‘Wihsss… Malaikan apa yang ngerasukin loe, Fun?” celetuk Friska. Finna menjitak kepala Friska seketika.
“Loe bisa diem dulu kagak sih?”
“Iya deh. Gue tutup mulut deh sekarang.”
“Syarat yang ketiga apa?”
“Mmm… syarat yang ketiga sekaligus yang terakhir adalah loe harus kenalin gue ke keluarga loe. Gimana? Are you agree with Me?”
“Baiklah. Gue sanggup ngelakuin apa yang loe suruh. Gue bakalan buktiin kalo gue emang cowok yang bertanggup jawab sama ucapan gue.”
“It’s ok. Gue pegang janji loe.”
Semua penghuni kantin serentak bubar setelah kejadian itu. ternyata bel masuk telah berbunyi. Tiga Sekawan pun sontak bernajak dari kursinya dan menuju ke kelas berlari-larian. Dan Doni? Tampak berpikir. “OK Fine. Gue bisa.”

“Patah hati memang sangat menyakitkan bagi siapapun yang mengalaminya. Tapi di balik rasa sakit yang teramat dalam itu, ada secercah pelajaran yang dapat diambil dan akan membuat kita menjadi orang yang lebih baik dan berkualitas.”
^^^

Ketika Peri-peri kecil menaburkan bubuk-bubuk Cintanya…

          Tanggal 14 Februari, tepat di hari ulang tahun Funny. Ia bersiap-siap di rumahnya, di kamarnya. Berdandan bak putrid yang hendak menemui sang pangeran. Dengan Dress simple warna putih dan dihiasi pita merah, ia menuruni tamgga ruahnya. Terlihat mamanya sedang mempersiapkan makanan untuk dibawa ke panti asuhan.
“Ma, apa semuanya udah siap?” Tanya Funny.
“Audchh, anak mama cantik banget. Semuanya udah siap kok, sayang. Tinggal dikit lagi. Papa kamu udah duluan berangkat kesana bawa kperluan lainnya.”
“Lho, kalo papa udah berangkat, siapa yang nagnterin kita kesana?”
“Kamu tenang aja. Tadi ada yang nelpon mama, katanya dia mau jemput kita kesini. Jadi mama suruh deh papa duluan kesana.”
“Dia siapa, Ma?”
“Nanti aja kamu tau lah.”
bel rumah Funny berbunyi. Funny cepat-cepat menuju pintu dan membukanya.
“Doni? Jadi kamu yang dibilang sama mama mau anterin aku sama mama ke panti?”
“Iya, sudahkah tuan putri siap berangkat?”
“Yap. I’m ready..”
Doni, Funny dan Mamanya lalu segera berangkat menuju panti asuhan. Mobil Doni melesat sempurna tanpa hambatan.

~~~

          Seorang gadis dengan memakai dress biru  dengan hiasan putih sedang berdiri di teras rumahnya. Lalu lalang ia mengitari kursi di teras tersebut. Nampaknya ia sedang menunggu seseorang. Ya, Finna sedang menunggu kedatangan Kak Radit. Dengan membawa tas kecil warna biru, yang salah satu isinya adalah novel kesukaanya dan di tangannya sebuah kotak berukuran sedang dirangkulnya.
“Halo? Kamu dimana, sayang?” Tanya mamanya dari seberang telepon.
“Aku masih dirumah nunggu Kak Radit, Ma. Tunggu sebentar lagi.”
“OK. Mama tunggu ya.”
“Iya, Ma. Bye…”
Finna menutup teleponnya. Ia kembali melirik jam yang melingkar di tangannya.
“Duch, Kak Radit kemana sih?” kesalnya dalam hati. Ia masih tetap menunggu kedatangan Kak Radit menjemputnya.
“Fin, maaf ya aku telat. Tadi Nenekku dating dari Yogja, jadi aku harus ngobrol dulu sama dia. Mana nenekku itu cerewetnya minta ampun lagi. Aku ngomong tiga kata aja, jawabannya satu paragraf. Sama tuh kayak kamu.”
“Eh, udah telat ngeledek lagi. Itu kan juga nenek kamu. Kalo dia nasehatin kamu panjang lebar kan artinya dia perhatian sama kamu. Ya udah deh, kita berangkat sekarang.” Finna tampat sedikit kesal.
“Tuh kan marah. Maaf deh, aku kan Cuma bercanda. Jangan ya marah Finna sayang…” Radit nyengir. Tanpa Finna ketahui, sebuah es krim coklat telah dipegang Radit.
“Mau gak?”
“Gak. Terimakasih.”
“Ya udah deh. Aku kasi Friska aja ntar.”
“Eh, mm… ya udah deh. Kasih aku aja.”
“Hahaha… tapi jangan marah lagi ya.”
“Iyaa, pak.”
“Dasar.” Radit mengacak-acak poni Finna. Hal itu sering ia lakukan tiap kali Finna membuatnya gemes.
“Eh, rambutku kan jadi berantakan lagi.”
“Upss.. maaf,  sengaja.” kata Radit nyengir. Jalanan terasa sangat ramai dengan perilaku mereka.  Lampu-lampu menjadi lebih terang dari biasanya seperti baru saja di charge oleh PLTN.

~~~

          Friska sudah sampai terlebih dulu daripada dua sahabatnya yang lain. Ia datang bersama Mamanya. Dengan kebiasaannya yang gak pernah berubah, Friska langsung menuju stand makanan. Dengan dalih membantu memajang makanan di tempat yang disediakan, Friska sesekali mengambil makanan yang ia akan pajang. Tapi tiba-tiba seseorang telah berdiri di hadapannya.
“Friska..”
Friska tak berani menoleh menatap orang yang memakai sepatu mengkilat itu dan celana panjang hitam bergaris di hadapanya.
“Friska…”
“E, I,i..iya,” jawabnya gugup.
“Kamu lagi nagapain?”
“E.. Em.. Anu, aku tadi bantuin majang kuenya.”
“Ohya, terus?”
“Te.. terus a…aku nga..ngambil kuenya. Tapi itu Cuma mastiin aja kok kalo kuenya emang enak, Om.”
“Om? Fris, loe kenapa sih? Ini gue, Banu. Kok jadi Om sih?”
Friska sontak mengangkat kepalanya. Melihat orang yang sedari tadi berdiri di depannya.
“Banu? Ternyata loe. Gue kira papanya Funny.”
“Hahaha… makanya, lain kali liat dong siapa yang diajak ngomong. Emang gue tua banget apa dipanggil Om-Om.”
“Hehehe… mungkin aja sih. Ohya, yang tadi jangan bilang sama siapa-siapa ya. This is our secret.”
“OK Bozz. Tapi bagi juga dong  kuenya.”
“Iss.. dasar beruang.”
“Loe tuh istrinya beruang.”
Sama-sama beruang dong.”
“Iyalah, kita kan keluarga beruang.”
‘Hahahahahaha….’ Friska dan Banu sontak tertawa. Mereka membagi kue yang akan dipajang kepada para undangan sambil sesekali melahapnya.
Suasanya begitu ramai. Anak-anak panti asuhan mulai mengerumuni Friska dan Banu. Sedangkan Finna, Funny, Radit dan Doni hanya tertawa melihat kebingungan sahabatnya itu.
“Woy.. bantuin dong. Gue kewalahan nih.” Teriak Friska.
“Hahaha… loe berdua aja tuh yang jaga stand makanan. Lagian loe kan ahli kalo soal makanan, Fris.” Funny menjawab dengan terbahak.
Suasana semakin ramai dan hangat ketika Funny meniup lilin ulang tahunnya. Semua bertepuk tangan. Tak diduga, sebuah bintang jatuh di langit yang hitam   itu. Harapan indah pun terdengar. Membelah cakrawala dan membentangkan sejuta senyuman yang menyiratkan kebahagiaan para insane malam itu.
Peri-peri kecil telah melaksanakan tugasnya untuk menaburkan bubuk-bubuk cinta di atas tanah hati yang lapang dan penuh ketulusan.
Malam itu adalah malam yang menjadi impian banyak orang.

Ketika cinta telah bersabda bahwa kebahagiaan itu akan datang pada waktu yang telah ditentukan serta dengan cara yang indah pula. Maka hati para insane pun tak dapat megelak bahwa cinta terasa sangat menyejukkan lebih dari angin yang berhembus menerbangkan kelopak kalbu yang berjatuhan….”



Sahabat, terimakasih telah datang dan membawaku sampai pada titik  ini… ^_^




Created by: Ratih Prasanti Dewi

Komentar

Postingan Populer