Koran Harian Part 17

...
Besar dan berani berperang sendiri,
Yang aku hindari hanya semut kecil,
Otak ini cerdas kurakit berangka,
Wajahmu tak akan pernah kulupa,
Waktu kecil dulu mereka mengatakan, mereka panggilku gajah,
Kumarah, kumarah,
Kini baru ku tau, puji di dalam olokan, mereka ingatku marah,
Jabat tanganku panggil aku gajah.....
....
Lagu itu, ya judulnya Gajah, yang nyanyiin salah satu penyanyi idola gue selain Raisa. Tulus. Menceritakan tentang masa kecil, dan perubahan yang bisa ditunjukan dari masa lalu yang lumayan, ya penuh ejekan.
Ngomong-ngomong soal masa kecil, mmm.. masa kecil gue bisa dibilang biasa-biasa aja. Tapi ada hal-hal yang membuat itu istimewa, bagi gue.

Waktu kecil dulu, gak gue gak pernah dipanggil gajah. Mana mungkin, gue kurus kecil, cuma pipi aja yang chibi chibi ha ha!
Tapi yang mau gue ceritain bukan soal perawakan gue, tapi soal perubahan yang terjadi.

Waktu gue masih jadi murid TK (baca: Taman Kanak-kanak bukan Tukang Kebun) gue pemaluuuuuuu banget. Sebulan pertama sekolah, gue selalu minta ditemenin. Setiap hari, Emak gue harus diem di luar kelas, dan tentu dapat terlihat oleh mata kecil gue. Karena kalo gue merasa kalo emak atau siapalah orang yang nganterin gue gak ada, gue bakalan nangis. Gak tau deh kenapa pas itu gue penakut banget. Nyusahin banget dan cengeng banget. Amsiong deh!

Sampe gue menginjak usia sekolah dasar, gue mulai berani gak dianterin dan ditemenin lagi. Pas pendaftaran SD pun gue dianterin sama Bibi gue yang anak kembarnya juga mulai sekolah. Ya, gue punya banyak sepupu di rumah.
Gue inget dulu, gue sama 2 sepupu perempuan gue, sebut saja namanya Win dan Ay. Win ini ya yang tadi gue bilang kembar tadi. Kembarannya itu cowok dan dulu sering berantem sama sodara ceweknya. Kemudian Ay ini umurnya lebih kecil dari gue, sekitar 3 tahun. Sering pulang sekolah, gue sama Win dan Ay main dagang-dagangan. Atau main boneka, main bola bekel, main lompat-lompatan, sampe mainin lipstik punya emak-emak yang kebetulan nganggur gitu aja. Sorenya pas emak gue pulang, gue dimarah. Pintu kamar jadi berubah warna merah, tangan, muka dan baju gue, Win dan Ay juga belepotan dan muka emak gue juga merah. Merah-merah jadi marah dan gue pasrah.

Gue juga pernah, sama Win, Ay, kembarannya Win, teman-teman di sebelah rumah sering pergi ke sawah belakang rumah. Dulu, sawah itu rame banget. Bukan cuma dipenuhin orang-orangan sawah. Tapi juga ada orang beneran. Dulu nenek sama kakek gue, sama nenek-nenek sepupu gue selalu pergi ke sawah setiap sore. Mereka memeriksa keadaan tanaman mereka, ada juga orang-orang yang berjejer melewati pematang sawah, menuju sungai yang letaknya di seberang sawah.
Hhh, tapi itu dulu. Makin dewasa, kami jadi jarang kumpul. Atau sekadar mengingat permainan masa kecil. Sawah juga jadi sepi sekarang, selain nenek gue jarang banget ke sawah setelah kakek gue meninggal, orang-orang lain juga jarang pergi ke sungai. Anak-anak yang lahir setelah gue sekarang juga punya kebiasaan baru. Mereka bisa liat sungai musi, sawah-sawah di Cina dan bermain tanpa mengeluarkan banyak keringat dan panas-panasan lewat gadget. Alat yang awalnya hanya diperuntukan untuk berkomunikasi itu sekarang bertambah fungsinya menjadi jendela dunia. Membuat si kutu buku berubah menjadi si kutu gadget.

Setelah lulus SD, gue masuk SMP, gue sama sepupu kembar gue sekolah di SMP yang sama. Hanya saja, kita beda jalur masuk. Sepupu gue masuk karna nilai ujiannya dan gue masuk karna lulus ujian TPA (gue lupa apa kepanjangannya. Yang jelas T nya itu artinya Test)
Gue bangga, karna gue bisa lulus test itu. Dari banyak SD di daerah tempat tinggal gue, hanya dicari masing-masing 5 orang dari setiap SD.

Di SMP, gue beda kelas sama sepupu gue itu. Dan sekelas sama temen baru gue yang adalah murid pindahan sejak kelas 5 SD di sekolah gue sebut saja Rin.
Kelas 7, gue ada di kelas 7B, dan sampai kenaikan kelas, gue berhasil masuk ke kelas unggulan bersama 5 orang temen sekelas lainnya termasuk Rin. Anehnya, kalo kakak kelas gue, kelas unggulannya adalah kelas A, berbeda dengan angkatan gue yang kelas unggulannya adalah kelas F. Awal-awal kelas, gue masih merasa seperti kelas pada umumnya. Bahkan sempat takut kalo gue gak bisa bersaing sama mereka dalam hal pelajaran. Tapi, yang gue syukuri masuk kelas ini adalah, kekompakan mereka. Kami pernah merasa barus bersaing dengan kelas lain. Atau bahkan harus perang melawan salah satu petugas sekolah.
Ya, gue inget banget kejadian itu. Awalnya gue sama temen-temen cewek dan beberapa cowok duduk di kelas. Pada saat itu masih jam istirahat. Tiba-tiba seorang satpam masuk dan dengan kasar menampar satu persatu cowok-cowok di kelas. Gue sama temen cewek yang lain langsung takut. Dalam otak gue udah waspada, jikalau nanti satpam itu sampai menampar cewek-cewek, gue akan turun ke ruang guru, melapor bahwa telah terjadi KDRK (Kekerasan dalam ruang kelas) atau jika sudah keterlaluan gue akan lapor ke Kak Seto dengan tuduhan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Walopun sudah kelas 3 SMP, gue masih di bawah umur kan?
Dan akhirnya, rencana dasyat itu akan menjadi rencana anak SMP, selamanya.

Usut punya usut, ternyata Satpam itu marah karena ia merasa diperlakukan kurang baik oleh seorang teman cowok sekelas gue, sebut saja namanya Sa. Ceritanya, pada saat itu Sa bersama temannya yang lain ngobrol-ngobrol di balkon kelas. Sambil si Sa memakan permen kiss rasa cherry. Karena terlalu asik berbincang dan tertawa, tak sengaja permen yang sedang dinikmati Sa terjatuh dari mulutnya dan jatuh tepat di atas topi satpam yang marah itu yang kebetulan sedang berada tepat di bawah balkon kelas gue. Karena takut duluan, Sa dan teman2nya masuk ke kelas.
Hiuh, sebenernya itu cuma masalah kecil. Gak sampai membuat topi satpam itu ludes terbakar. Beda hal kalo Sa punya semburan api kayak naga. Permen itu juga gak akan menyebabkan infeksi kronis atau sakit jantung gara-gara kejatuhan permen kiss yang lucu imut itu. Wualahh, pie toh pak pak... wong anak-anak ndak sengaja.
Saat satpam itu bertanya siapa yang jadi tersangka atas kejadian itu, awalnya gak ada yang jawab. Takut. Tapi Sa adalah lelaki yang sejati. Ia mengakui ketidaksengajaanya. Tapi ketika satpam marah ingin menampar sambil memarahi Sa, Ar, temannya berdiri membela. Yang lain, termasuk.yang cewek juga ikut ambil bagian dalam pembelaan Sa. Dan gue, merasakan ada hal yang gue temukan saat itu, bahwa gue punya teman-teman yang baik. Yang kompak. Ya terimakasih teman. :)

Keluar dari masa-masa SMP, gue udah terdaftar menjadi siswi salah satu sekolah Kejuruan pariwisata. Kenapa pariwisata? Awalnya, itu kemauan dari bapak gue, dan gue nurut aja. Sebagai anak yang baik, gue berusaha mempelajari pelajaran yang diajarkan di sekolah itu. Dan entah dari mana sebuah ilham, lebih tepatnya keyakinan yang begitu menggelora.
Gue bertekad, bahwa gue harus bisa membuktikan sesuatu. Selain itu, ada hal lain yang buat gue makin menggebu, dalam keluarga besar gue sendiri, meremehkan sekolah yang gue pilih.

Dan gue buktikan. Sama bapak gue, sama 9rang yang sempat ngeremehin gue. Kalo gue bukan gadis pendiam lagi. Bukan anak pemalu lagi. Tapi gue adalah anak yang bisa dikenal, bisa buat prestasi.

Ya, organisasi, semacam Osis dan Pramuka adalah salah satu cara gue menyingkirkan rasa malu dan kekurangan gue dalam bergaul. Dari sana, gue kenal sama orang-orang yang unik dan berbeda. Disana juga gue tau kalo impian gue untuk punya kakak bisa terjadi. Ya walopun bukan kakak sedarah, tapi kami sejiwa. Gue juga punya banyak sodara ketika sodara gue di rumah udah punya kesibukan lain.
Bersama mereka juga gue bisa sedikit menenangkan diri kalo di rumah sudah tidak ada orang yang bisa gue ajak bercerita. Mereka adalah sahabat, dan sodara. Sampai hari ini, gue kadang ingin nangis ketika mengingat "kita".
Terharu bahwa kakak gue akhirnya nikah, mengakhiri masa ketidakpercayaan gara2 sesuatu yang sempat dihancurkan. Dan disini, gue menulis ini, sebagai pengingat, kalau-kalau nanti gue udah pikun, bahwa gue punya mereka.
Selain itu, setahun gue menjadi mahasiswi sebuah Kampus yang suasananya mirip dengan sekolah gue dulu. Teman-teman yang gila dan konyol, kakak dan semuanya. Gue syukuri karna mereka telah gue kenal, bersyukur karena gue dilahirkan di tempat dimana gue bisa diterima sebagai seorang 'Aku'.

Berkali2 dalam doa gue, selalu berterimakasih karena gue dikelilingi oleh mereka. Karena gue diberikan pemikiran bahwa semua yang ada di sekitar berasal dari keyakinan kita. Itu yang gue sebut : "POWER OF THINKING"

:*

Komentar

Postingan Populer